Jumat, 17 Desember 2010

TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN

Tanggung jawab sosial perusahaan sangat erat kaitannya dengan pertanyaan-pertanyaan berikut:
• Apakah memang perusahaan punya tanggung jawab moral dan sosial ?
• Kalau ada, manakah lingkup tanggung jawab itu ?
• Apakah, terkait dengan tanggung jawab sosial perusahaan itu, perusahaan perlu terlibat dalam kegiatan sosial yang berguna bagi masyarakat atau tidak ?
• Bagaimana tanggung jawab sosial perusahaan itu dapat dioperasionalkan dalam suatu perusahaan ?

1. Syarat bagi Tanggung Jawab Moral

• Tindakan itu dijalankan oleh pribadi yang rasional. Pribadi yang kemampuan akal budinya sudah matang dan dapat berfungsi secara normal.
• Bebas dari tekanan, ancaman, paksaan atau apapun namanya.
• Orang yang melakukan tindakan tertentu memang mau melakukan tindakan itu. Situasi ini terutama terjadi ketika seseorang dihadapkan hanya pada satu pilihan. Terlihat seakan-akan dia hanya bisa memilih alternative itu. Dalam keadaan seperti itu, tampak seolah-olah orang ini memang terpaksa. Karena itu, tidak relevan untuk menuntut pertanggungjawaban dari orang ini.

2. Status Perusahaan
Terdapat dua pandangan (Richard T. De George, Business Ethics, hlm.153), yaitu:
Legal-creator, perusahaan sepenuhnya ciptaan hukum, karena itu ada hanya berdasarkan hukum. Menurut pandangan ini, perusahaan diciptakan oleh negara dan tidak mungkin ada tanpa negara. Perusahaan diciptakan oleh masyarakat demi kepentingan masyarakat. Maka, apabila perusahaan tidak lagi berguna bagi masyarakat, masyarakat bisa saja mengubah atau meniadakannya.
Legal-recognition, suatu usaha bebas dan produktif. Perusahaan tidak dibentuk oleh negara. Negara hanya mendaftarkan, mengakui, dan mengesahkan perusahaan itu berdasarkan hukum tertentu.
Tanggung jawab sosial perusahaan hanya dinilai dan diukur berdasarkan sejauh mana perusahaan itu berhasil mendatangkan keuntungan sebesar-besarnya (Milton Friedman,The Social Responsibilities of Business to Increase Its Profits, New York Times Magazine,13-09-1970).

Ini hanyalah bentuk tanggung jawab legal
• Anggapan bahwa perusahaan tidak punya tanggung jawab moral sama saja dengan mengatakan bahwa kegiatan perusahaan bukanlah kegiatan yang dijalankan oleh manusia.
• Tanggung jawab moral perusahaan dijalankan oleh staf manajemen.
• Tanggung jawab legal tidak dapat dipisahkan dari tanggung jawab moral.
Sesungguhnya, pada tingkat operasional bukan hanya staf manajemen yang memikul tanggung jawab sosial dan moral perusahaan ini, melainkan seluruh karyawan.

3. Lingkup Tanggung Jawab Sosial
• Keterlibatan perusahaan dalam kegiatan sosial yang berguna bagi kepentingan masyarakat luas. Tanggung jawab sosial dan moral perusahaan terutama terwujud dalam bentuk ikut melakukan kegiatan tertentu yang berguna bagi masyarakat. Contohnya menyumbangkan dana untuk membangun rumah ibadah, membangun prasarana dan fasilitas sosial dalam masyarakat, melakukan penghijauan, menjaga sungai dari pencemaran, member beasiswa kepada anak dari keluarga yang kurang mampu ekonominya, dan lain sebagainya.
• Keuntungan ekonomis. Contohnya seperti menjalin kerja sama kemitraan antara pengusaha besar dan kecil, dengan membina koperasi di lingkungan tersebut, dengan menyerap produksi perusahaan-perusahaan kecil yang dimiliki masyarakat kecil,sehingga pada akhirnya ikut menciptakan kondisi sosial dan ekonomi yang lebih adil, meskipun tidak harus berarti merata.

4. Argumen yang Menentang Perlunya Keterlibatan Sosial Perusahaan
• Tujuan utama Bisnis adalah Mengejar Keuntungan Sebesar-besarnya.
Yang menjadi perhatian utama perusahaan adalah bagaimana mendatangkan keuntungan sebesar-besarnya seefisien mungkin. Fungsi bisnis adalah fungsi ekonomis, bukan fungsi sosial. Artinya, bisnis adalah kegiatan ekonomi dan bukan kegiatan sosial.
• Tujuan yang terbagi-bagi dan Harapan yang membingungkan.
Keterlibatan sosial sebagai wujud tanggung jawab sosial perusahaan akan menimbulkan minat dan perhatian yang beragam, yang pada akhirnya akan mengalihkan, bahkan mengacaukan perhatian para pimpinan perusahaan. Oleh karena itu, keterlibatan perusahaan dalam berbagai kegiatan sosial sangat kontraproduktif terhadap kegiatan bisnis perusahaan tersebut, dan karena itu, perlu ditolak.
• Biaya Keterlibatan Sosial.
Dalam lingkup makro, ini akan melemahkan atau mengganggu daya saing perusahaan tersebut dalam bisnis global karena harga yang ditawarkan perusahaan tersebut akan jauh lebih tinggi dari perusahaan lain yang tidak mengenakan biaya untuk kegiatan sosialnya.
• Kurangnya Tenaga Terampil di Bidang Kegiatan Sosial.
Keterlibatan perusahaan dalam berbagai kegiatan sosial adalah kegiatan yang lebih bernuansa moral, karitatif, dan sosial. Padahal, para professional bisnis tidak terampil dalam kegiatan semacam itu. Karena itu, tuntutan agar perusahaan pun ikut dalam berbagai kegiatan sosial demi kemajuan masyarakat sulit dipenuhi.

5. Argumen yang Mendukung Perlunya Keterlibatan Sosial Perusahaan

• Kebutuhan dan Harapan Masyarakat yang Semakin Berubah
Untuk bisa bertahan dan berhasil dalam persaingan bisnis modern yang ketat ini, para pelaku bisnis semakin menyadari bahwa mereka tidak bisa begitu saja hanya memusatkan perhatian pada upaya mendatangkan kentungan sebesar-besarnya. Mereka sadar bahwa untuk mendatangkan keuntungan tersebut, mereka harus peka dan tanggap terhadap kebutuhan dan harapan masyarakat yang semakin berubah itu.
• Terbatasnya Sumber Daya Alam
Keterlibatan dan kepedulian perusahaan, khususnya pada kelestarian sumber daya alam yang ada, akan mendorong penggunaan sumber daya alam yang terbatas itu secara efisien.
• Lingkungan Sosial yang Lebih Baik
Dengan membantu memperbaiki keadaan sosial dan ekonomi masyarakat sekitar, jurang kaya miskin akan sedikit diperkecil dan dengan demikian masyarakat sekitar akan lebih menerima kehadiran perusahaan tersebut.
• Perimbangan Tanggung Jawab dan Kekuasaan
Kekuasaan yang terlalu besar dari bisnis, jika tidak diimbangi dan dikontrol dengan tanggung jawab sosial, akan menyebabkan bisnis menjadi kekuatan yang merusak masyarakat. Kekuasaan Negara menjadi satu-satunya lembaga yang memiliki kekuasaan absolut. Karena itu, secara moral kekuasaan negara harus dibatasi dan dikendalikan, terutama melalui tanggung jawab moral dan sosial negara atas kehidupan seluruh warga mayarakat.
• Bisnis Mempunyai Sumber Daya yang Berguna
Tidak benar bahwa perusahaan hanya professional dalam mencari keuntungan ekonomis. Tetapi mereka juga professional dalam mengelola, mengorganisasi, dan menjalankan kegiatan-kegiatan tertentu yang bertujuan untuk memajukan masyarakat.
• Keuntungan Jangka Panjang
Bagi perusahaan, tanggung jawab sosial secara keseluruhan, termasuk keterlibatan perusahaan dalam berbagai kegiatan sosial, merupakan suatu nilai yang sangat positif bagi perkembangan dan kelangsungan perusahaan itu dalam jangka panjang.

6. Implementasi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

• Prinsip utama dalam suatu organisasi profesional, termasuk perusahaan, adalah bahwa struktur mengikuti strategi. Artinya, struktur suatu organisasi didasarkan dan ditentukan oleh strategi dari organisasi atau perusahaan itu. Maka, pada tempat pertama harus dirumuskan terlebih dahulu strategi dari perusahaannya.
• Strategi yang diwujudkan melalui struktur organisasi demi mencapai tujuan dan misi perusahaan perlu dievaluasi secara periodik, salah satu bentuk evaluasi yang mencakup nilai-nilai dan tanggung jawab sosial perusahaan adalah Audit Sosial.


Sumber : Sonny Keraf, 1998, Etika Bisnis, Kanisius, Yogyakarta.

Kamis, 16 Desember 2010

ETIKA UTILITARIANISME DALAM BISNIS


Etika Utilitarianisme
Dikembangkan pertama kali oleh Jeremi Bentham (1748 -1832). Etika Utilitarianisme adalah tentang bagaimana menilai baik buruknya suatu kebijaksanaan sosial politik, ekonomi dan legal secara moral.

1. Kriteria dan Prinsip Etika Utilitarianisme
• Pertama, MANFAAT, yaitu bahwa kebijaksanaan atau tindakan itu mendatangkan manfaat atau kegunaan tertentu.
• Kedua, MANFAAT TERBESAR, kebijaksanaan atau tindakan itu mendatangkan manfaat besar dibandingkan dengan kebijaksanaan atau alternatif lainnya. Dapat dikatakan bahwa tindakan yang baik adalah tindakan yang menimbulkan kerugian terkecil.
• Ketiga, MANFAAT TERBESAR BAGI SEBANYAK MUNGKIN ORANG. Jadi, suatu kebijakan atau tindakan dinilai baik secara moral jika tidak hanya mendatangkan manfaat terbesar, melainkan apabila mendatangkan manfaat terbesar bagi banyak mungkin orang.
Bertindaklah sedemikian rupa sehingga tindakanmu itu mendatangkan keuntungan sebesar mungkin bagi sebanyak mungkin orang.

2. Nilai Positif Etika Utilitarianisme
• Pertama, Rasionalitas. Maksudnya, prinsip moral yang diajukan oleh etika utilitarianisme ini tidak didasarkan pada aturan-aturan kaku yang mungkin tidak kita pahami dan yang tidak bisa kita persoalkan keabsahannya. Justru sebaliknya, utilitarianisme member criteria yang objektif dan rasional mengapa suatu tindakan dianggap baik.
• Kedua, Utilitarianisme sangat menghargai kebebasan setiap pelaku moral. Tidak ada paksaan bahwa orang harus bertindak sesuai dengan cara tertentu yang mungkin tidak diketahui alasannya mengapa demikian. Jadi, tindakan baik itu diputuskan dan dipilih sendiri berdasarkan criteria yang rasional dan bukan sekedar mengikuti tradisi, norma atau perintah tertentu.
• Ketiga, Universalitas. Etika utilitarianisme mengutamakan manfaat atau akibat dari suatu tindakan bagi banyak orang. Suatu tindakan dinilai baik secara moral bukan karena tindakan itu mendatangkan manfaat terbesar bagi orang yang melakukan tindakan itu, melainkan karena tindakan itu mendatangkan manfaat terbesar bagi semua orang yang terkait, termasuk orang yang melakukan tindakan itu.

3. Utilitarianisme sebagai Proses dan sebagai Standar Penilaian
• Pertama, etika utilitarianisme digunakan sebagai proses untuk mengambil keputusan, kebijaksanaan atau untuk bertindak. Ia menjadi sebuah metode untuk bisa mengambil keputusan yang tepat tentang tindakan atau kebijaksanaan yang akan dilakukan. Dalam wujud pertama ini, etika utilitarianisme dipakai untuk perencanaan, untuk mengatur sasaran dan target yang hendak dicapai.
• Kedua, etika utilitarianisme sebagai standar penilaian bagi tindakan atau kebijaksanaan yang telah dilakukan. Kriteria ini untuk menilai apakah suatu tindakan atau kebijaksanaan yang telah dilakukan memang baik atau tidak.

4. Analisis Keuntungan dan Kerugian
Dalam Etika Utilitarianisme, manfaat dan kerugian selalu dikaitkan dengan semua orang yang terkait, sehingga analisis keuntungan dan kerugian tidak lagi semata-mata tertuju langsung pada keuntungan bagi perusahaan.

Analisis Keuntungan dan Kerugian dalam Kerangka Etika Bisnis
• Pertama, keuntungan dan kerugian, cost and benefits, yang dianalisis tidak dipusatkan pada keuntungan dan kerugian perusahaan. Jadi, dalam analisis ini perlu juga diperhatikan bagaimana dan sejauh mana suatu kebijaksanaan dan kegiatan bisnis suatu perusahaan membawa akibat yang menguntungkan dan merugikan bagi kreditor, konsumen, pemasok, penyalur, karyawan, masyarakat luas, dan sebagainya.
• Kedua, analisis keuntungan dan kerugian tidak ditempatkan dalam kerangka uang. Dalam analisis ini perlu juga mendapat perhatian serius, bahwa keuntungan dan kerugian disini tidak hanya menyangkut aspek financial, melainkan juga aspek-aspek moral: hak dan kepentingan konsumen, hak karyawan, kepuasan konsumen, dan sebagainya. Jadi, manfaat harus ditafsirkan secara luas dalam kerangka kesejateraan, kebahagiaan, keamanan sebanyak mungkin pihak terkait yang berkepentingan.
• Ketiga, analisis keuntungan dan kerugian untuk jangka panjang. Benefits yang menjadi sasaran utama semua perusahaan adalah long term net benefits.

Langkah konkret yang perlu diambil dalam membuat kebijaksanaan bisnis, berkaitan dengan Analisis keuntungan dan kerugian :
• Mengumpulkan dan mempertimbangkan alternatif kebijaksanaan dan kegiatan bisnis sebanyak-banyaknya.
• Seluruh alternatif pilihan dalam analisis keuntungan dan kerugian, dinilai berdasarkan keuntungan yang menyangkut aspek-aspek moral.
• Analisis Neraca keuntungan dan kerugian perlu dipertimbangkan dalam kerangka jangka panjang.

5. Kelemahan Etika Utilitarianisme

• Pertama, manfaat merupakan konsep yang begitu luas sehingga dalam kenyataan praktis akan menimbulkan kesulitan yang tidak sedikit. Karena, manfaat bagi manusia berbeda antara satu orang dengan orang yang lain.
• Kedua, etika utilitarianisme tidak pernah menganggap serius nilai suatu tindakan pada dirinya sendiri dan hanya memperhatikan nilai suatu tindakan sejauh berkaitan dengan akibatnya. Padahal, sangat mungkin terjadi suatu tindakan pada dasarnya tidak baik, tetapi ternyata mendatangkan keuntungan atau manfaat.
• Ketiga, etika utilitarianisme tidak pernah menganggap serius kemauan baik seseorang. Akibatnya, seseorang yang mempunyai motivasi yang baik dalam melakukan tindakan tertentu, tetapi ternyata membawa kerugian yang besar bagi banyak orang, tindakan itu tetap dinilai tidak baik dan tidak etis.
• Keempat, variabel yang dinilai tidak semuanya dapat dikuantifikasi. Karena itu, sulit sekali mengukur dan memperbandingkan keuntungan dan kerugian hanya berdasarkan variabel yang ada. Contohnya seperti polusi udara, hilangnya air bersih, kenyamanan, dan keselamatan kerja, kenyamanan produk, termasuk nyawa manusia, tidak bisa dikuantifikasi dan sulit untuk bisa dipakai dalam menilai baik buruknyasuatu tindakan berdasarkan manfaat-manfaat ini.
• Kelima, seandainya ketiga kriteria dari etika utilitarianisme saling bertentangan, maka akan ada kesulitan dalam menentukan proiritas di antara ketiganya.
• Keenam, etika utilitarisme membenarkan hak kelompok minoritas tertentu dikorbankan demi kepentingan mayoritas. Jadi, walaupun suatu tindakan merugikan bahkan melanggar hak dan kepentingan kelompok kecil tertentu, tapi menguntungkan sebagian besar orang yang terkait, tindakan itu tetap dinilai baik dan etis. Sebagai contoh, meskipun kegiatan bisnis sautu perusahaan merugikan hak penduduk setempat atas tanahnya, atau atas air bersih yang dikonsumsinya selama bertahun-tahun, tapi karena perusahaan itu mendatangkan devisa bagi negara, kegiatan bisnis perusahaan ini akan dinilai baik dan etis dari sudut pandang etika utilitarianisme.


Sumber : Sonny Keraf, 1998, Etika Bisnis, Kanisius, Yogyakarta.

BISNIS DAN ETIKA


1. Mitos Bisnis Amoral
Mitos bisnis amoral mengungkapkan suatu keyakinan bahwa antara bisnis dan moralitas atau etika tidak ada hubungan sama sekali. Bisnis tidak punya sangkut paut dengan etika dan moralitas. Bisnis dan etika adalah dua hal yang sangat berbeda dan tidak boleh dicampuradukkan. Etika justru bertentangan dengan bisnis dan akan membuat pelaku bisnis kalah dalam persaingan bisnis yang ketat. Orang bisnis tidak perlu memperhatikan imbauan-imbauan, norma-norma dan nilai moral.
Argumen :
• Bisnis adalah suatu persaingan, sehingga pelaku bisnis harus berusaha dengan segala cara dan upaya untuk bisa menang. Dengan kata lain. Bisnis sebagaimana permainan, cenderung menghalalkan segala cara demi memperoleh keuntungan. Sehingga mengabaikan etika dengan mudah. Itu berarti etika tidak punya tempat dan tidak relevan untuk kegiatan bisnis.
• Aturan yang dipakai dalam permainan penuh persaingan, berbeda dari aturan yang dikenal dalam kehidupan sosial sehingga tidak bisa dinilai dengan aturan moral dan sosial. Jadi, baik tidaknya bisnis dalam argument ini, bukan ditentukan oleh sejauh mana kegiatan bisnis dijalankan secara pantas atau tidak pantas menurut kaidah-kaidah moral, melainkan berdasarkan aturan dan kebiasaan yang dipraktekkan dalam dunia bisnis.
• Orang bisnis yang masih mau mematuhi aturan moral atau etika akan berada pada posisi yang tidak menguntungkan. Karena, orang yang masih mempertahankan etika dan moralitas akan kalah, merugi, dan tersingkir dengan sendirinya. Bisnis yang seperti ini bukanlah tempat yang cocok bagi orang seperti itu.

 Mitos bisnis amoral tidak sepenuhnya benar
 Beberapa perusahaan ternyata bisa berhasil karena memegang teguh kode etis dan komitmen moral tertentu. Contoh beberapa perusahaan tersebut yaitu IBM atau Johnson and Johnson.
 Bisnis adalah bagian aktivitas yang penting dari masyarakat, sehingga norma atau nilai yang dianggap baik dan berlaku di masyarakat ikut dibawa serta dalam kegiatan bisnis.
 Harus dibedakan antara legalitas dan moralitas. Suatu praktek atau kegiatan bisnis mungkin saja diterima secara legal karena ada dasar hukum, tetapi tidak diterima secara moral. Sebagai contoh yaitu praktek monopoli.
 Etika harus dibedakan dari ilmu empiris. Dalam ilmu empiris, suatu gejala atau fakta yang berulang terus dan terjadi dimana-mana menjadi alas an yang sah bagi kita untuk menarik sebuah teori atau hukum ilmiah yang sah dan berlaku universal. Etika tidak mendasarkan norma atau prinsipnya pada kenyataan faktual yang terus berulang. Menurut Hume: dari kenyataan yang ada (is) tidak bisa ditarik sebuah perintah normatif (ought). Contoh : sogok, suap,kolusi, monopoli,nepotisme.
 Berbagai aksi protes yang mengecam berbagai pelanggaran dalam kegiatan bisnis menunjukkan bahwa bisnis harus dijalankan secara baik dan tetap mengindahkan norma-norma moral. Contohnya dalam gerakan dan aksi protes lingkungan hidup, konsumen, buruh, hak wanita, dan semacamnya. Sebagai contoh lain, bahwa orang bisnis lebih suka menggunakan maskapai penerbangan yang lebih baik kualitasnya dalam segala aspek dan merasa jengkel dengan penerbangan yang tidak professional, hal ini telah menunjukkan betapa orang bisnis sendiri sangat menuntut bisnis yang etis. Ini berarti omong kosong apabila dikatakan bisnis tidak punya sangkut pautnya dengan etika.

2. Keutamaan Etika Bisnis

a) Dalam bisnis modern, para pelaku bisnis dituntut untuk menjadi orang-orang profesional di bidangnya . Perusahaan yang unggul bukan hanya memiliki kinerja dalam bisnis, manajerial dan finansial yang baik akan tetapi juga kinerja etis dan etos bisnis yang baik. Hanya perusahaan yang mampu melayani kepentingan semua pihak, mempertahankan mutu, memenuhi permintaan pasar (konsumen) dengan tingkat harga, mutu, dan waktu yang tepat, serta mampu menawarkan barang dan jasa sesuai dengan apa yang dianggapnya baik dan dapat diterima masyarakat itulah yang akan berhasil dan bertahan lama.
b) Dalam persaingan bisnis yang sangat ketat para pelaku bisnis pun menyadari bahwa konsumen benar-benar raja. Kepercayaan konsumen dijaga dengan memperlihatkan citra bisnis yang baik dan etis. Para pelaku bisnis sadar bahwa konsumen kini sangat kritis dan tidak mudah dibohongi. Oleh karena itu, kini benar-benar diperhitungkan oleh perusahaan-perusahaan yang memang ingin membangun sebuah kerajaan bisnis yang bertahan lama.
c) Dalam sistem pasar terbuka dengan peran pemerintah yang menjamin kepentingan dan hak bagi semua pihak, maka perusahaan harus menjalankan bisnisnya dengan baik dan etis, yaitu dengan menjalankan bisnis sedemikian rupa tanpa secara sengaja merugikan hak dan kepentingan semua pihak yang terkait dengan bisnisnya. Jadi kalau sampai terjadi bahwa pelaku bisnis menjalankan bisnisnya dengan merugikan pihak-pihak tertentu, maka pemerintah akan turun tangan mengambil tindakan tertentu untuk menertibkan praktek bisnis tersebut. Contoh tindakannya yaitu pencabutan izin usaha.
d) Perusahaan modern sangat menyadari bahwa karyawan bukanlah tenaga yang harus dieksploitasi demi mendapat keuntungan. Dalam bisnis yang penuh persaingan ketat, karyawan adalah orang-orang professional yang tidak mudah digantikan, karena mengganti seorang tenaga professional akan sangat merugikan baik dari segi financial, waktu, energy, irama kerja perusahaan, team-work, momentum, dan seterusnya. Maka yang paling ideal bagi perusahaan modern sekarang ini adalah bagaimana menjaga dan mempertahankan tenaga kerja yang professional.
Kenneth Blanchard dan Norman Vincent Peale: “perlakuan yang baik terhadap karyawan telah menaikkan keuntungan perusahaan sebesar 20% atau telah menurunkan harga produk perusahaan tersebut sebesar 20%. Maksudnya, perlakuan yang baik terhadap karyawan telah mencegah munculnya sikap-sikap tertentu pada karyawan yang dapat merugikan perusahaan. Dengan perlakuan yang baik, kerugian yang disebabkan oleh sikap atau perilaku buruk di pihak karyawan dapat dicegah, dengan demikian dapat menaikkan keuntungan bagi perusahaan atau sebaliknya menurunkan harga jual produk karena kurangnya biaya yang tidak perlu untuk menutup kerugian-kerugian yang tidak perlu.

3. Sasaran dan Lingkup Etika Bisnis
1) Etika bisnis bertujuan untuk menghimbau pelaku bisnis agar menjalankan bisnisnya secara baik dan etis. Himbauan itu didasarkan juga pada hakikat dan tujuan bisnis, yaitu untuk meraih keuntungan. Himabauan untuk berbisnis secara baik dan etis karena bisnis yang baik dan etis menunjang keberhasilan bisnisnya dalam jangka panjang.
2) Untuk menyadarkan masyarakat khususnya konsumen, buruh atau karyawan dan masyarakat luas akan hak dan kepentingan mereka yang tidak boleh dilanggar oleh praktek bisnis siapapun juga. Pada sasaran ini, etika bisnis berfungsi untuk menggugah masyarakat untuk bertindak menuntut para pelaku bisnis untuk berbisnis secara baik demi terjaminnya hak dan kepentingan masyarakat tersebut. Etika bisnis lalu bisa menjadi sangat subversif. Subversif karena ia menggugah, mendorong, dan membangkitkan kesadaran masyarakat untuk tidak dibodoh-bodohi, dirugikan, dan diperlukan secara tidak adil dan tidak etis oleh praktek bisnis manapun.
3) Etika bisnis juga berbicara mengenai sistem ekonomi yang sangat menentukan etis tidaknya suatu praktek bisnis. Dalam hal ini etika bisnis lebih bersifat makro, maka disebut etika ekonomi. Dalam lingkup makro ini, etika bisnis berbicara mengenai monopoli, oligopoly, kolusi, dan praktek-praktek semacamnya yang akan sangat mempengaruhi sehat tidaknya serta baik tidaknya praktek bisnis dalam sebuah negara.

4. Prinsip-prinsip Etika Bisnis

1) Prinsip otonomi
Otonomi adalah sikap dan kemampuan manusia untuk mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan kesadaran sendiri tentang apa yang dianggapnya baik untuk dilakukan. Ia tahu mengenai bidang kegiatannya, situasi yang dihadapinya, apa yang diharapkan darinya, tuntutan dan aturan yang berlaku bagi bidang kegiatannya, sadar dan tahu akan keputusan dan tindakan yang akan diambilnya serta risiko atau akibat yang akan timbul baik bagi dirinya dan perusahaannya maupun bagi pihak lain. Orang yang otonom adalah orang yang bebas mengambil keputusan dan tindakan serta bertanggung jawab atas keputusan dan tindakannya tersebut.
2) Prinsip Kejujuran
• Kejujuran dalam pemenuhan syarat-syarat perjanjian dan kontrak.
Kejujuran sangat penting artinya bagi kepentingan masing-masing pihak dan sangat menentukan relasi dan kelangsungan bisnis masing-masing pihak selanjutnya. Karena, seandainya salah satu pihak berlaku curang dalam memenuhi syarat-syarat perjanjian tersebut, maka pihak yang merasa dicurangi tersebut tidak mungkin lagi mau menjalin relasi bisnis dengan pihak yang berlaku curang tadi.
• Kejujuran dalam penawaran barang dan jasa dengan mutu dan harga sebanding.
Kepercayaan konsumen adalah hal yang paling pokok. Oleh karena itu, sekali pengusaha menipu konsumen, entah melalui iklan, pelayanan yang tidak sebagaimana digembar-gemborkan, maka konsumen akan dengan mudah lari ke produk lain. Bahkan perusahaan yang sudah punya nama besar tidak bisa mengabaikannya begitu saja, dan karena itu selalu berusaha untuk menjaga konsumennya dengan tidak mau menipu mereka.
• Kejujuran dalam hubungan kerja intern dalam suatu perusahaan .
Kejujuran dalam perusahaan hanya mungkin terjaga kalau ada etos bisnis yang baik dalam perusahaan itu, ada standar moral yang jelas, karyawan diperlakukan secara baik dan manusiawi, karyawan diperlakukan sebagai manusia yang punya hak-hak tertentu, dan sudah terbina sikap saling menghargai sebagai manusia antara satu dan yang lainnya. Ini akan terungkap keluar dalam relasi dengan perusahaan lain atau relasi dengan konsumen.
3) Prinsip Keadilan
Prinsip keadilan menuntut agar setiap orang diperlakukan secara sama sesuai dengan aturan yang adil dan sesuai dengan kriteria yang rasional objektif dan dapat dipertanggung jawabkan.
4) Prinsip Saling Menguntungkan
Prinsip ini menuntut agar bisnis dijalankan sedemikian rupa sehingga menguntungkan semua pihak. Dalam bisnis yang kompetitif, prinsip ini menuntut agar persaingan bisnis haruslah melahirkan suatu win-win solution.
5) Prinsip Integritas Moral
Prinsip ini dihayati sebagai tuntutan internal dalam diri pelaku bisnis atau perusahaan agar dia menjalankan bisnis dengan tetap menjaga nama baiknya atau nama baik perusahaan.

5. Etos Bisnis

Etos bisnis adalah suatu kebiasaan atau budaya moral menyangkut kegiatan bisnis yang dianut dalam suatu perusahaan dari satu generasi ke generasi yang lain. Inti etos ini adalah pembudayaan atau pembiasaan penghayatan akan nilai, norma, atau prinsip moral tertentu yang dianggap sebagai inti kekuatan dari suatu perusahaan yang juga membedakannya dari perusahaan yang lain. Etos bisnis dibangun atas dasar visi atau filsafat bisnis pendiri perusahaan sebagai penghayatan tentang bisnis yang baik.

6. Relativitas Moral dalam Bisnis

Dalam bisnis global yang tidak mengenal batas negara, etika masyarakat mana yang harus diikuti? Tiga pandangan umum yang dianut :
a) Norma etis berbeda antara satu tempat dengan tempat yang lain.
‘’Kalau di Roma, bertindaklah sebagaimana dilakukan orang roma’’(kubu komunitarian). Artinya perusahaan harus mengikuti norma dan aturan moral yang berlaku di negara itu.
b) Norma sendirilah yang paling benar dan tepat.
“Bertindaklah di mana saja sesuai dengan prinsip yang dianut dan berlaku di negaramu sendiri”. Pandangan ini mewakili kubu moralisme universal, bahwa pada dasarnya norma dan nilai moral berlaku universal (prinsip yang dianut sendiri juga berlaku di negara lain).
c) Tidak ada norma moral yang perlu diikuti sama sekali.
(De George menyebutnya sebagai dengan”immoralis naif”).
Pandangan ini sama sekali tidak benar.
• Pendekatan stakeholder ialah cara mengamati dan menjelaskan secara analitis bagaimana berbagai unsur akan dipengaruhi dan juga mempengaruhi keputusan dan tindakan bisnis.
• Memetakan hubungan-hubungan yang terjalin.
• Pendekatan Stakeholder dalam kegiatan bisnis pada umumnya untuk memperlihatkan siapa saja yang mempunyai kepentingan, terkait, dan terlibat dalam bisnis itu.
• ”Bisnis harus dijalankan sedemikian rupa agar hak dan kepentingan semua pihak terkait yang berkepentingan (stakeholders) dengan suatu kegiatan bisnis harus bisa dijamin, diperhatikan dan dihargai” (disebut tujuan imperatif).
• Bermuara pada prinsip minimal : menuntut agar bisnis apapun perlu dijalankan secara baik dan etis demi menjamin kepentingan stakeholder.

7. Kelompok Stakeholders

Pendekatan stakeholder adalah cara mengamati dan menjelaskan secara analitis, bagaimana unsur dipengaruhi dan mempengaruhi keputusan dan tindakan bisnis. Dalam pendekatan stakeholder, pihak perusahaan harus memiliki hubungan yang saling mempengaruhi dengan berbagai pihak. Pihak-pihak yang berhubungan dengan perusahaan pada umumnya adalah: penyalur, rekan bisnis, konsumen, pemasok barang, pemegang saham, pekerja, media massa, pemerintah asing, pemerintah setempat, aktifis sosial, masyarakat setempat, dan kelompok pendukung lainnya. Sejumlah pihak tersebut, dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu sebagai berikut :
1. Kelompok primer. Pemilik modal atau saham, kreditor, karyawan, pemasok, konsumen, penyalur dan pesaing atau rekan bisnis. Perusahaan harus menjalin relasi bisnis yang baik dan etis dengan kelompok ini. Ilustrasinya adalah sebagai berikut: pemilik modal, sebagai salah satu pihak dalam kelompok primer, misalnya, adalah penentu terwujudnya sebuah perusahaan. Tanpa mereka, sebuah perusahaan terkadang tidak dapat terwujud dan berkembang menjadi besar, sebab saham adalah penyertaan atau pemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas. Wujud saham adalah selembar kertas yang menerangkan bahwa pemilik kertas tersebut adalah pemilik perusahaan yang menerbitkan surat berharga tersebut. Porsi kepemilikan ditentukan oleh seberapa besar penyertaan yang ditanamkan di perusahaan tersebut. Oleh karena itu, perusahaan harus dapat menjalin relasi yang baik dengan kelompok ini.
2. Kelompok sekunder. Pemerintah setempat, pemerintah asing, kelompok sosial, media massa, kelompok pendukung, masyarakat pada umumnya, dan masyarakat sekitar. Kelompok sekunderpun perlu diperlakukan dengan baik dan etis, agar sebuah perusahaan dapat berlangsung dan berkembang dengan baik dalam jangka panjang. Salah satu contohnya adalah aktivis sosial seperti LSM, di bidang lingkungan hidup dan sebagainya, bisa merepotkan bisnis atau perusahaan. Merekalah yang pertama kali vokal dalam mengkritik sebuah perusahaan yang mencemarkan lingkungan hidup atau lingkungan sosial. Demikian pula, pihak lain dalam kelompok sekunder seperti pemerintah lokal dan asing, massa media perlu diperhatikan dan dijalin kerja sama yang baik oleh sebuah perusahaan, karena keberadaan mereka pasti memiliki pengaruh terhadap sebuah perusahaan.


Sumber : Sonny Keraf, 1998, Etika Bisnis, Kanisius, Yogyakarta.

Rabu, 15 Desember 2010

BISNIS SEBUAH ETIKA

Bisnis : Sebuah Profesi Etis ?
Bisnis dapat menjadi sebuah profesi etis bila ditunjang oleh sistem politik ekonomi yang kondusif. Hanya dalam sebuah sistem politik ekonomi yang mengenal aturan yg jelas dan fair disertai kepastian keberlakuan aturan tersebut bisnis dapat berkembang secara optimal. Jadi, yang dibutuhkan untuk menegakkan bisnis sebagai sebuah profesi yang etis adalah prinsip-prinsip etis untuk berbisnis yang baik tetapi juga diperlukan kerangka legal-politis yang kondusif. Perangkat legal-politis ini terdiri dari aturan hukum yg mengatur kegiatan bisnis disertai dengan sebuah sistem pemerintahan yg adil dan efektif dalam menegakkan aturan bisnis yang fair. Tanpa itu, bisnis hanya akan menjadi sebuah profesi yang kotor, penuh intrik, penuh tipu daya, penuh jual beli kekuasaan ekonomi dan politik demi kepentingan segelintir orang dengan mengorbankan kepentingan, bahkan hak masyarakat luas.

1. Etika Terapan

Secara umum Etika dibagi menjadi :
a. Etika Umum, berbicara mengenai norma dan nilai moral, kondisi-kondisi dasar bagi manusia untuk bertindak secara etis, bagaimana manusia mengambil keputusan etis, teori-teori etika, lembaga-lembaga normatif dan semacamnya.
Etika umum sebagai ilmu dapat dianggap sebagai etika teoritis, walaupun istilah ini sesungguhnya tidak tepat karena bagaimanapun juga etika selalu berkaitan dengan perilaku dan kondisi praktis dari manusia dalam kehidupannya sehari-hari dan tidak hanya semata-mata bersifat teoritis.
b. Etika Khusus, adalah penerapan prinsip-prinsip atau norma-norma moral dasar dalam bidang kehidupan yg khusus. Di satu pihak etika khusus memberi aturan sebagai pegangan, pedoman, dan orientasi praktis bagi setiap orang dalam kehidupan dan kegiatan khusus tertentu yang dijalani dan dijalankannya. Namun di pihak lain, etika khusus sebagai refleksi kritis atas kehidupan dan kegiatan khusus tertentu mempersoalkan praktek, kebiasaan, dan perilaku tertentu dalam kehidupan dan kegiatan khusus tertentu.

Etika khusus dibagi menjadi tiga, yaitu :
1) Etika Individual, lebih menyangkut kewajiban dan sikap manusia terhadap dirinya sendiri. Salah satu prinsipnya yaitu prinsip integritas pribadi, yang berbicara mengenai perilaku individual tertentu dalam rangka menjaga nama baiknya sebagai pribadi moral.
2) Etika Sosial, berbicara mengenai kewajiban dan hak, sikap dan pola perilaku manusia sebagai makhluk sosial dalam interaksinya dengan sesamanya. Etika individual dan etika sosial, berkaitan erat satu sama lain. Karena kewajiban seseorang terhadap dirinya berkaitan langsung dan dalam banyak hal mempengaruhi pula kewajibannya terhadap orang lain, dan demikian pula sebaliknya.
3) Etika Lingkungan Hidup, berbicara mengenai hubungan antara manusia baik sebagai individu maupun sebagai kelompok dengan lingkungan alam yang lebih luas dalam totalitasnya, dan juga hubungan antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya yang berdampak langsung atau tidak langsung pada lingkungan hidup secara keseluruhan.
Etika Lingkungan dapat berupa :
• Cabang dari etika sosial, sejauh menyangkut hubungan antara manusia dengan manusia yang berdampak pada lingkungan),
• Berdiri sendiri, sejauh menyangkut hubungan antara manusia dengan lingkungannya .
Oleh karena itu, etika lingkungan hidup dapat pula dibicarakan dalam rangka etika bisnis, karena pola interaksi bisnis sangat mempengaruhi lingkungan hidup.

2. Etika Profesi

a. Pengertian Profesi
Profesi dapat dirumuskan sebagai pekerjaan yang dilakukan sebagai nafkah hidup dg mengandalkan keahlian dan keterampilan yang tinggi dan dengan melibatkan komitmen pribadi (moral) yang mendalam.
Orang Profesional adalah orang yang melakukan suatu pekerjaan purna waktu dan hidup dari pekerjaan itu dengan mengandalkan keahlian dan ketrampilan yang tinggi serta punya komitmen pribadi yang mendalam atas pekerjaannya itu.
Orang yang profesional adalah orang yang melakukan suatu pekerjaan karena ahli di bidang tersebut dan meluangkan seluruh waktu, tenaga, dan perhatiannya untuk pekerjan tersebut.
Profesi khusus yang disebut sebagai profesi luhur. Disebut profesi luhur karena menekankan pengabdian kepada masyarakat pada umumnya melebihi hal-hal lainnya. Contoh klasik dari profesi luhur adalah dokter, pengacara, hakim dan jaksa, rohaniwan, tentara dan sebagainya.
Dalam kaitan dengan profesi pada umumnya, lama kelamaan hubungan antara pengabdian kepada masyarakat dan nafkkah hidup berkembang menjadi saling mengisi dan mengkondisikan. Di satu pihak, para professional ingin mengabdikan seluruh hidupnya demi kepentingan banyak orang. Namun di pihak lain semakin ia profesional dalam menjalankan profesinya itu, semakin banyak pula ia memperoleh imbalan atas profesinya itu karena konsekuensi logis dari profesionalismenya.


b. Ciri-ciri Profesi

1) Adanya keahlian dan keterampilan khusus.
Keahlian dan keterampilan khusus ini umumnya dimiliki dengan kadar, lingkup, dan tingkat yang melebihi keahlian dan keterampilan orang kebanyakan lainnya. Ini berarti kaum profesional itu lebih ahli dan terampil dalam bidang profesinya daripada orang-orang lain. Dengan pengetahuan dan keterampilan ini memungkinkan orang professional itu menjalankan tugasnya dengan tingkat keberhasilan dan mutu yang paling baik.
2) Adanya komitmen moral yg tinggi.
Komitmen moral ini biasanya dituangkan, khususnya untuk profesi yang luhur dalam bentuk aturan khusus yang menjadi pegangan bagi setiap orang yang mengemban profesi yang bersangkutan. Aturan main dalam menjalankan atau mengemban profesi tersebut biasanya disebut Kode Etik. Ada 2 sasaran pokok dari kode etik, yaitu :
• kode etik bermaksud melindungi masyarakat dari kemungkinan dirugikan oleh kelalaian entah secara sengaja atau tidak sengaja dari kaum profesional. Kode etik menjamin bahwa masyarakat yang telah mempercayakan diri, hidup, barang milik, atau perkaranya kepada orang yang professional itu tidak akan dirugikan oleh orang yang profesional itu.
• kode etik bertujuan melindungi keluhuran profesi tersebut dari perilaku-perilaku bobrok orang-orang tertentu yg mengaku diri professional. Dengan kode etik ini setiap orang punya profesi tersebut bisa dipantau sejauh mana ia masih seorang professional dibidangnya, tidak hanya sehubungan dengan keahlian melainkan juga dengan komitmen moralnya.
3) Biasanya orang yg profesional adalah orang yg hidup dari profesinya.
• Ini berarti ia hidup sepenuhnya dari profesi ini. biasanya ia dibayar dengan gaji yang sangat tinggi sebagai konsekuensi dari pengerahan seluruh tenaga, pikiran keahlian, keterampilan.
• Ini berarti profesinya telah membentuk identitas orang tersebut. Ia tdk bisa lagi dipisahkan dari profesi itu, berarti ia menjadi dirinya berkat dan melalui profesinya. Konsekuensinya, orang yang professional bangga dan bahagia dengan profesinya terlepas dari status sosial profesinya.
4) Pengabdian kepada masyarakat
Adanya komitmen moral yg tertuang dalam kode etik profesi ataupun sumpah jabatan menyiratkan bahwa orang-orang yg mengemban profesi tertentu, khususnya profesi luhur, lebih mendahulukan dan mengutamakan kepentingan masyarakat daripada kepentingan pribadinya. Ini akan berkembang menjadi sikap hidup professional, yang akan melayani, mengabdi, dan membantu masyarakat dengan keahlian dan keterampilannya sampai tuntas, yaitu sampai ada hasil yang memuaskan, baik bagi orang yang dilayani maupun bagi orang profesional itu sendiri.
5) Pada profesi luhur biasanya ada izin khusus untuk menjalankan profesi tersebut.
• Keberadaan izin khusus, karena menyangkut kepentingan orang banyak, dan terkait dengan nilai-nilai luhur kemanusiaan berupa keselamatan, keamanan, kelangsungan hidup, kesehatan dan sebagainya.
• Izin khusus bertujuan untuk melindungi masyarakat dari pelaksanaan profesi yg tdk becus. Contohnya, seorang dokter yang salah melakukan perawatan dapat mengakibatkan pasiennya akan cacat seumur hidup atau bahkan meninggal. Dengan kata lain, izin merupakan bentuk perlindungan awal atas kepentingan masyarakat
• Izin juga sesungguhnya merupakan tanda bahwa orang tersebut mempunyai keahlian, ketrampilan, dan komitmen moral yang diandalkan dan dapat dipercaya. Sehingga masyarakat tidak perlu ragu dan dapat menyerahkan seluruh persoalan yang dihadapinya pada kaum professional di bidangnya.
• Wujud dari izin, bisa berbentuk surat izin, sumpah, kaul, atau pengukuhan resmi di depan umum. Yang berhak memberi izin adalah negara sebagai penjamin tertinggi kepentingan masyarakat.
6) Kaum profesional biasanya menjadi anggota dari suatu organisasi profesi.
Contoh : IDI untuk profesi dokter, IAI untuk akuntan, Ikadin untuk advokat, dan sebagainya. Tujuan organisasi profesi ini terutama adalah untuk menjaga dan melindungi keluhuran profesi tersebut. Tugas Pokoknya adalah menjaga agar standar keahlian dan keterampilan tidak dilanggar, kode etik tidak dilanggar, dan berarti menjaga agar kepentingan masyarakat tidak dirugikan oleh pelaksanaan profesi tersebut oleh anggota manapun.
Dalam konteks ini, organisasi tersebut yang akan mengeluarkan izin praktek bagi anggota baru serta menindak anggota yang me;anggar baik kode etik profesinya maupun standar keahlian dan keterampilan yang dituntut secara minimal oleh profesi tersebut.

c. Prinsip-prinsip Etika Profesi
, yaitu sebagai berikut :
1) Prinsip Tanggung Jawab
• Bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pekerjaannya dan terhadap hasilnya. Maksudnya, orang yang profesional tidak hanya diharapkan melainkan juga dari dalam dirinya sendiri menuntut dirinya untuk bekerja sebaik mungkin dengan standar diatas rata-rata, dengan hasil yang maksimum, dan dengan mutu yang terbaik. Dengan kata lain, ia sendiri dapat mempertanggung jawabkan tugas pekerjaannya itu berdasarkan tuntutan profesionalitasnya baik terhadap orang lain yang terkait langsung dengan profesinya maupun juga terhadap dirinya sendiri.
• Bertanggung jawab atas dampak profesinya itu terhadap kehidupan dan kepentingan orang lain, khusunya kepentingan orang-orang yang dilayaninya. Pada tingkat dimana profesi itu membawa kerugian tertentu secara disengaja atau tidak disengaja, ia harus bertanggung jawab atas hal tersebut. Bentuknya bisa macam-macam, seperti mengganti kerugian, pengakuan jujur dan tulus secara moral sebagai telah melakukan kesalahan, mundur dari jabatannya, dan sebagainya.

2) Prinsip Keadilan
Prinsip ini terutama menuntut orang yang profesional agar dalam menjalankan profesinya ia tidak merugikan hak dan kepentingan pihak tertentu, khusunya orang-orang yang dilayaninya dalam rangka profesinya. Prinsip ini juga menuntut agar dalam menjalankan profesinya orang yang professional tidak boleh melakukan diskriminasi terhadap siapapun, termasuk orang yang mungkin tidak membayar jasa profesionalnya. Prinsip ‘siapa yang datang pertama mendapat pelayanan pertama’ merupakan perwujudan sangat konkret prinsip keadilan dalam arti yang seluas-luasnya. Jadi, orang yang professional tidak boleh membeda-bedakan pelayanannya dan juga kadar dan mutu pelayanannya itu. Jangan sampai terjadi bahwa mutu dan intensitas pelayanan professional dikurangi kepada orang yang miskin hanya karena orang miskin itu tidak membayar secara memadai.

3) Prinsip Otonomi
Prinsip yang dituntut oleh kalangan professional terhadap dunia luar agar mereka diberi kebebasan sepenuhnya dalam menjalankan profesinya. Sebenarnya ini merupakan konsekuensi dari hakikat profesi itu sendiri. Karena, hanya kaum professional ahli dan terampil dalam bidang profesinya, tidak boleh ada pihak luar yang ikut campur tangan dalam pelaksanaan profesi tersebut. Ini terutama ditujukan kepada pihak pemerintah. Yaitu, bahwa pemerintah harus menghargai otonomi profesi yang bersangkutan dan arena itu tidak boleh mencampuri urusan pelaksanaan profesi tersebut.
Batas-batas prinsip otonomi :
• Prinsip otonomi dibatasi oleh tanggung jawab dan komitmen profesional (keahlian dan moral) atas kemajuan profesi tersebut serta (dampaknya pada) kepentingan masyarakat. Jadi, otonomi ini hanya berlaku sejauh disertai dengan tanggung jawab professional. Secara khusus, dibatasi oleh tanggung jawab bahwa orang yang profesional itu, dalam menjalankan profesinya secara otonom, tidak sampai akan merugikan hak dan kepentingan pihak lain.
• Kendati pemerintah di tempat pertama menghargai otonomi kaum profesional, pemerintah tetap menjaga, dan pada waktunya malah ikut campur tangan, agar pelaksanaan profesi tertentu tidak sampai merugikan kepentingan umum. Jadi, otonomi itu hanya berlaku sejauh pelaksanaan profesi tidak sampai merugikan kepentingan bersama. Dengan kata lain, kaum professional memang otonom dan bebas dalam menjalankan tugas profesinya asalkan tidak merugikan hak dan kepentingan pihak tertentu, termasuk kepentingan umum. Sebaliknya, kalau hak dan kepentingan pihak tertentu dilanggar, maka otonomi profesi tidak berlaku dank arena itu pemerintah wajib ikut campur tangan dengan menindak pihak yang merugikan pihak lain tadi.

4) Prinsip Integritas Moral
Prinsip ini merupakan tuntutan kaum profesional atas dirinya sendiri bahwa dalam menjalankan tugas profesinya ia tidak akan sampai merusak nama baiknya serta citra dan martabat profesinya. Maka, ia sendiri akan menuntut dirinya sendiri untuk bertanggung jawab atas profesinya serta tidak melecehkan nilai yang dijunjung tinggi dan diperjuangkan profesinya. Oleh karena itu, pertama, ia tidak akan mudah kalah dan menyerah pada godaan atau bujukan apapun untuk lari atau melakukan tindakan yang melanggar nilai yang dijunjung tinggi profesinya. Kedua, ia malah sebaliknya malu kalau tidak bertindaj sesuai dengan nilai-nilai moral, khususnya nilai yang melekat pada dan diperjuangkan profesinya.

3. Menuju Bisnis Sebagai Profesi Luhur

Sesungguhnya bisnis bukanlah merupakan profesi, kalau bisnis dianggap sebagai pekerjaan kotor, kendati kata profesi, profesional dan profesionalisme sering begitu diobral dalam kaitan dengan kegiatan bisnis. Namun dipihak lain tidak dapat disangkal bahwa ada banyak orang bisnis dan juga perusahaan yang sangat menghayati pekerjaan dan kegiatan bisnisnya sebagai sebuah profesi. Mereka tidak hanya mempunyai keahlian dan ketrampilan yang tinggi tapi punya komitmen moral yang mendalam. Karena itu, bukan tidak mungkin bahwa bisnis pun dapat menjadi sebuah profesi dalam pengertian sebenar-benarnya bahkan menjadi sebuah profesi luhur.
a. Pandangan Praktis-Realistis
Pandangan ini bertumpu pada kenyataan yang diamati berlaku dalam dunia bisnis dewasa ini. Pandangan ini didasarkan pada apa yang umumnya dilakukan oleh orang-orang bisnis. Pandangan ini melihat bisnis sebagai suatu kegiatan di antara manusia yang menyangkut memproduksi, menjual, dan membeli barang dan jasa untuk memperoleh keuntungan. Pandangan ini ditegaskan secara jelas bahwa tujuan utama bisnis, bahkan tujuan satu-satunya adalh mencari keuntungan.
Bisnis adalah suatu kegiatan Profit Making. Dasar pemikirannya adalah bahwa orang yg terjun ke dalam bisnis tidak punya keinginan dan tujuan lain selain ingin mencari keuntungan. Kegiatan bisnis adalah kegiatan ekonomis dan bukan kegiatan sosial. Karena itu, keuntungan itu sah untuk menunjang kegiatan bisnis. Tanpa keuntungan bisnis tidak bisa jalan.
Asumsi Adam Smith bahwa, pertama, dalam masyarakat modern telah terjadi pembagian kerja di mana setiap orang tidak bisa lagi mengerjakan segala sesuatu sekaligus dan bisa memenuhi semua kebutuhan hidupnya sendiri. Manusia modern harus memenuhi kebutuhan hidupnya dengan menukarkan barang produksi milik orang lain. Kedua, semua orang tanpa terkecuali mempunyai kecenderungan dasar untuk membuat kondisi hidupnya menjadi lebih baik. Dalam keadaan sosial dimana telah terjadi kelas-kelas sosial, jalan terbaik untuk tetap mempertahankan kegiatan ekonomi adalah dengan merangsang pemilik modal untuk tetap menanamkan modalnya dalam kegiatan produktif yang sangat berguna bagi ekonomi sosial dan dunia, termasuk bagi kelas pekerja.

b. Pandangan Ideal

• Disebut pandangan ideal, karena dalam kenyataannya masih merupakan suatu hal yg ideal mengenai dunia bisnis. Sebagai pandangan yang ideal pandangan ini baru dianut oleh segelintir orang yang dipengaruhi oleh idealisme tertentu berdasarkan nilai tertentu yang dianutnya.
• Menurut pandangan ini, bisnis tidak lain adalah suatu kegiatan diantara manusia yang menyangkut memproduksi, menjual, dan membeli barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Pandangan ini tidak menolak bahwa keuntungan adalah tujuan utama bisnis. Tanpa keuntungan bisnis tidak bisa bertahan. Namun keuntungan hanya dilihat sebagai konsekuensi logis dari kegiatan bisnis. Yaitu, bahwa dengan memenuhi kebutuhan masyarakat secara baik, keuntungan akan datang dengan sendirinya. Masyarakat akan merasa terikat membeli barang dan jasa yang ditawarkan oleh perusahaan yang memenuhi kebutuhan mereka dengan mutu dan harga yang baik itu.
• Dasar pemikirannya adalah pertukaran timbal balik secara fair di antara pihak-pihak yang terlibat. Maka, yang mau ditegakkan dalam bisnis yang menganut pandangan ini adalah keadilan komutatif, khususnya keadilan tukar atau pertukaran dagang yang fair.
• Menurut Adam Smith, pertukaran dagang terjadi karena satu orang memproduksi lebih banyak barang tertentu sementara ia sendiri membutuhkan barang lain yang tidak bisa dibuatnya sendiri. Jadi, sesungguhnya kegiatan bisnis terjadi karena keinginan untuk saling memenuhi kebutuhan hidup masing-masing. Dengan kata lain, tujuan utama bisnis sesungguhnya bukan untuk mencari keuntungan melainkan untuk memenuhi kebutuhan hidup orang lain, dan melalui itu (dan menurut Adam Smith, hanya melalui itu) ia bisa memperoleh apa yang dibutuhkannya.
• Menurut Matsushita (pendiri perusahan Matsushita Inc di Jepang), tujuan bisnis sebenarnya bukanlah mencari keuntungan melainkan untuk melayani kebutuhan masyarakat. Sedangkan keuntungan tidak lain hanyalah simbol kepercayaan masyarakat atas kegiatan bisnis suatu perusahaan. Artinya, karena masyarakat merasa kebutuhan hidupnya dipenuhi secara baik mereka akan menyukai produk perusahaan tersebut yang memang dibutuhkannya tapi sekaligus juga puas dengan produk tersebut. Maka, mereka akan tetap membeli produk tersebut. Dari situlah keuntungan mengalir. Dengan pandangan bisnis seperti ini, menurut Matsushita, bisnis yang baik selalu mempunyai misi tertentu yang luhur dan tidak sekedar mencari keuntungan, sebagaimana terungkap dalam judul bukunya, Not For Bread Alone. Pandangan Matsushita sebenarnya dalam arti tertentu tidak sangat idealistis, karena lahir dari sebuah visi bisnis yang kemudian diperkuat dan didukung oleh pengalamannya dalam mengelola bisnisnya. Ternyata perusahaan dan bisnisnya berhasil dan tahan lama, tanpa perlu harus menggunakan segala cara demi mencapai keuntungan.
• Dengan melihat kedua pandangan berbeda di atas, kita dapat menarik kesimpulan bahwa citra jelek dunia bisnis sedikit banyaknya disebabkan oleh pandangan pertama yang melihat bisnis sekadar sebagai mencari keuntungan.
• Atas dasar ini, persoalan yang dihadapi di sini adalah bagaimana mengusahakan agar keuntungan yang diperoleh ini memang wajar, halal, dan fair. Terlepas dari pandangan mana yang dianut, keuntungan tetap menjadi hal pokok bagi bisnis. Masalahnya adalah apakah mengejar keuntungan lalu berarti mengabaikan etika dan moralitas? Yang penting adalah bagaimana keuntungan ini sendiri tercapai.
• Salah satu upaya untuk membangun bisnis sebagai profesi yang luhur adalah dengan membentuk, mendukung dan memperkuat organisasi profesi. Melalui organisasi profesi tersebut bisnis bisa dikembangkan sebagai sebuah profesi dalam pengertian sebenar-benarnya sebagaimana dibahas disini, kalau bukan menjadi profesi luhur.


Sumber : Sonny Keraf, 1998, Etika Bisnis, Kanisius, Yogyakarta.

Sabtu, 11 Desember 2010

TEORI-TEORI ETIKA BISNIS

1. Pengertian Etika
Istilah etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Bentuk tunggalnya yaitu ethos (kebiasaan/adat, akhlak, watak, perasaan, sikap, cara berpikir) sedangkan bentuk jamaknya yaitu ta etha (adat kebiasaan).
Etika merupakan ilmu yang membahas perbuatan baik dan perbuatan buruk manusia sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran manusia. Tujuan mempelajari etika, untuk mendapatkan konsep yang sama mengenai penilaian baik dan buruk bagi semua manusia dalam ruang dan waktu tertentu.
K. Bertens berpendapat bahwa arti kata ‘etika’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai berikut :
a. Nilai dan norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
Misalnya, jika orang berbicara tentang etika orang Jawa, etika agama Budha, etika Protestan dan sebagainya, maka yang dimaksudkan etika di sini bukan etika sebagai ilmu melainkan etika sebagai sistem nilai. Sistem nilai ini bisaberfungsi dalam hidup manusia perorangan maupun pada taraf sosial.
b. Kumpulan asas atau nilai moral.
Yang dimaksud di sini adalah kode etik. Contoh : Kode Etik Jurnalistik
c. Ilmu tentang yang baik atau buruk.
Etika baru menjadi ilmu bila kemungkinan-kemungkinan etis (asas-asas dan nilai-nilai tentang yang dianggap baik dan buruk) yang begitu saja diterima dalam suatu masyarakat dan sering kali tanpa disadari menjadi bahan refleksi bagi suatu penelitian sistematis dan metodis. Etika di sini sama artinya dengan filsafat moral.

Pengertian Etika = moral
Istilah Moral berasal dari bahasa Latin. Bentuk tunggalnya yaitu mos sedangkan bentuk jamaknya yaitu mores yang masing-masing mempunyai arti yang sama yaitu kebiasaan, adat.
Secara etimologis, kata ’etika’ sama dengan kata ‘moral’ karena kedua kata tersebut sama-sama mempunyai arti yaitu kebiasaan,adat. Dengan kata lain, kalau arti kata ’moral’ sama dengan kata ‘etika’, maka rumusan arti kata ‘moral’ adalah nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Sedangkan yang membedakan hanya bahasa asalnya saja yaitu ‘etika’ dari bahasa Yunani dan ‘moral’ dari bahasa Latin. Jadi bila kita mengatakan bahwa perbuatan pengedar narkotika itu tidak bermoral, maka kita menganggap perbuatan orang itu melanggar nilai-nilai dan norma-norma etis yang berlaku dalam masyarakat. Atau bila kita mengatakan bahwa pemerkosa itu bermoral bejat, artinya orang tersebut berpegang pada nilai-nilai dan norma-norma yang tidak baik.
‘Moralitas’ berasal dari kata sifat Latin morali mempunyai arti yang pada dasarnya sama dengan ‘moral’, hanya ada nada lebih abstrak. Berbicara tentang “moralitas suatu perbuatan”, artinya segi moral suatu perbuatan atau baik buruknya perbuatan tersebut. Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk.

2. Tiga Norma Umum
Norma berasal dari kata latin “Norma” yang artinya alat tukang kayu untuk mengukur sudut. Norma adalah “Ukuran Tindakan”, terbagi menjadi dua yaitu yang pertama norma khusus yang berlaku dalam situasi tertentu, dan kedua norma umum yang berlaku dalam segala situasi. Ada tiga norma umum, yaitu :
a. Etiket = aturan tindakan untuk sopan santun, misalnya pada saat bertamu, berpakaian, makan dan minum, dan sebagainya.
b. Hukum = aturan tindakan untuk ketertiban umum
c. Moral = aturan tindakan untuk kebaikan manusia

3. Teori Etika
a. Etika Teleologi
Teleologis dalam bahasa Yunani artinya “tujuan”. Etika teleologi mengukur baik buruknya suatu tindakan berdasarkan tujuan yang ingin dicapai dengan tindakan itu, atau berdasarkan akibat yang ditimbulkan oleh tindakan itu.
Menurut Kant, Etika teleologi lebih bersifat situasional, karena tujuan dan akibat suatu tindakan bisa sangat tergantung pada situasi khusus tertentu.
Berdasarkan pembahasan Eika Teleologis, muncul aliran-aliran Teleologis, yaitu :
1. Egoisme
Pandangan bahwa tindakan setiap orang bertujuan untuk mengejar kepentingan atau memajukan dirinya sendiri. Egoism bisa menjadi persoalan serius ketika secara signifikan berhubungan dengan hedonism, yaitu ketika kebahagiaan dan kepentingan pribadi semata-mata hanya kenikmatan fisik yang bersifat vulgar, artinya yang baik secara moral disamakan begitu saja dengan kesenangan dan kenikmatan.
2. Utilitarianisme
Adalah penilaian suatu perbuatan berdasarkan baik dan buruknya tindakan atau kegiatan yang bertumpukkan kepada tujuan atau akibat dari tindakan itu sendiri bagi kepentingan orang banyak. Jadi, etika ini tidak mengukur baik buruknya suatu tindakan berdasarkan kepentingan pribadi atau berdasakan akibat baiknya demi diri sendiri dan kelompok sendiri.

b. Deontologi
Istilah “deontologi” berasal dari kata Yunani deon, yang artinya kewajiban. Etika Deontologi menekankan kewajiban manusia untuk bertindak secara baik. Menurut para ahli Deontologi, tindakan yang baik bukan dinilai dan dibenarkan berdasarkan akibat atau tujuan baik dari tindakan itu, melainkan berdasarkan tindakan itu sendiri adalah baik untuk dirinya sendiri. Melakukan perbuatan baik adalah suatu keharusan, orang sering menyebutnya sebagai suatu kewajiban. Keyakinan untuk melakukan yang baik dan dilakukan dengan sendirinya demi hubungan baik dan buruk dapat mengelakkan perilaku buruk.
Atas dasar tersebut, Etika Deontologi sangat menekankan motivasi, kemauan baik dan watak yang kuat dari pelakunya. Sebagaimana diungkapkan seorang pakar etika bernama Immanuel Kant, kemauan baik harus dinilai baik pada dirinya sendiri terlepas dari apapun juga. Oleh karena itu, di dalam menilai seluruh tindakan kita, kemauan baik harus selalu dinilai paling pertama dan menjadi kondisi dari segalanya.

c. Teori Hak
Sebenarnya teori hak merupakan suatu aspek dari teori deontology, karena hak berkaitan dengan kewajiban. Malah bisa dikatakan hak dan kewajiban bagaikan dua sisi koin yang sama. Kewajiban satu orang biasanya dibarengi dengan hak dari orang lain.

d. Teori Keutamaan (Virtue)
Teori ini adalah teori yang memandang sikap atau akhlak seseorang. Tidak ditanyakan apakah suatu perbuatan tertentu adil, atau jujur, atau murah hati, melainkan: apakah orang itu bersikap adil, jujur, murah hati, dan sebagainya. Artinya bahwa Etika keutamaan tidak mempersoalkan akibat suatu tindakan dan tidak mengacu pada norma-norma dan nilai-nilai universal untuk menilai moral seseorang. Etika keutamaan lebih memfokuskan pada pengembangan watak moral pada diri setiap orang.
Professor K.Bertens (2000) mendefinisikan keutamaan sebagai suatu disposisi watak yang telah diperoleh seseorang dan memungkinkan dia untuk bertingkah laku baik secara moral. Definisi tersebut dapat diuraikan sebagai suatu pandangan seseorang terhadap suatu tindakan atau perbuatan yang bertentangan dengan norma-norma yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat.
Definisi lain mengatakan bahwa keutamaan adalah merupakan aktivitas jiwa (Riyanto, Armada.2007. Course on Fundamental Ethics for Business). Oleh karena itu, pembagian keutamaan bersesuaian dengan bagian-bagian dari jiwa, yaitu keutamaan pikiran dan keutamaan karakter. Kedua keutamaan tersebut mewajibkan setiap pebisnis untuk terus menggunakan pikiran mereka sebagai suatu kekuatan untuk bisa secara terus-menerus mengerakkan bisnis mereka ke arah yang lebih baik dan kekuatan berpikir tersebut akan menjadi karakter yang kuat dari setiap pebisnis dalam langkah menuju kesuksesan.

Ada beberapa hal dalam keutamaan, yaitu :
1. Kebijaksanaan yaitu suatu keutamaan yang membuat seseorang mengambil keputusan secara tepat dalam setiap situasi.
2. Keadilan merupakan keutamaan lain yang membuat seseorang selalu memberikan kepada sesama apa yang menjadi haknya.
3. Kerendahan hati adalah keutamaan yang membuat seseorang tidak menonjolkan diri, sekalipun situasi mengijinkannya.
4. Suka berkerja keras adalah keutamaan yang membuat seseorang mengatasi kecenderungan spontan untuk bermalas-malasan.

Di antara ke empat keutamaan itu yang harus dimiliki oleh pebisnis perorangan bisa disebut seperti kejujuran, fairness, kepercayaan, dan keuletan. Kejujuran secara umum diakui sebagai keutamaan pertama dan paling penting yang harus dimiliki pelaku bisnis. Fairness adalah kesediaan untuk memberikan apa yang wajar kepada semua orang dan dengan “wajar” dimaksudkan apa yang bisa disetujui oleh semua pihak yang terlibat dalam suatu transaksi. Kepercayaan (trust) adalah keutamaan yang penting dalam konteks bisnis. Keuletan dapat diartikan sebagai kemampuan yang harus dimiliki oleh pebisnis hdalam menghadapi segala situasi yang sulit.

Kelompok keutamaan lain menandai orang bisnis pada taraf perusahaan dengan kata lain, keutamaan-keutamaan ini dimiliki manajer dan karyawan sejauh mereka mewakili perusahaan. Keutamaan-keutamaan yang berhubungan dengan manajer dan karyawan adalah sebagai berikut :
1. Keramahan. Keramahan bukan merupakan taktik saja untuk memikat para pelanggan, tapi menyangkut inti kehidupan bisnis itu sendiri.
2. Loyalitas, berarti bahwa karyawan tidak bekerja semata-mata hanya untuk mendapat gaji, tetapi juga mempunyai komitmen yang tulus dengan perusahaan.
3. Kehormatan. Kehormatan adalah keutamaan yang membuat karyawan menjadi peka terhadap suka dan duka serta sukses dan kegagalan perusahaan.
4. Rasa malu. Rasa malu membuat karyawan solider dengan kesalahan perusahaan.


sumber : www.google.com

Minggu, 28 November 2010

PASIF INCOME

Mungkin, kita sering mendengar kata–kata pasif income, tanpa harus kita ketahui makna dari pasif income itu. Dan setelah kita mendengar pasif income, apakah pola fikir kita akan berubah dari aktif income menjadi pasif income?? semua itu harus kita telusuri.

Distributor Multi Level Marketing atau disingkat MLM pasti sudah tidak asing lagi mendengar kata – kata pasif income, karena memang konsep pola fikir seperti itu yang menjadi tujuan para distributor. Tidak dipungkiri, Pasif income juga menjadi tujuan semua orang karena situasi tanpa bekerja uang tetap mengalir. Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah, apakah dengan bekerja disuatu perusahaan swasta / negeri (BUMN & BUMD) bisa menjadikan penghasilannya pasif income??

Pada umumnya, seorang yang mencapai penghasilan pasif income diawali dari karena dia adalah seorang yang berlimpah harta yang dengan uang banyaknya dia bisa memiliki asset–asset seperti tanah, kontrakan, sawah sebagai asset pasif income nya. Selain itu, jalan kedua untuk mencapai pasif income adalah seorang yang mendapatkan warisan berlimpah dari ayahnya, ini juga salah satu jalan untuk mencapai pasif income. Lalu apakah seorang yang bukan kaya raya dan bukan seorang ahli waris milyarder bisa mencapai tingkat penghasilan pasif income yang tanpa bekerja uang tetap mengalir?? jawabannya ada pada diri kita sendiri.

Tujuan itu yang menjadi prioritas utama dalam berbisnis/usaha. Untuk mencapai pasif income hal pertama yang harus dilakukan adalah membangun asset pribadi, (niat, semangat, keyakinan, rasa ingin tahu, siap gagal), karena dengan asset itu, kita bisa diterima dan bertahan didunia usaha. Langkah kedua adalah mencari koneksi, langkah ini adalah teknis untuk mengawali bisnis yang nantinya akan mencapai tingkat penghasilan passif income bagi kita. Langkah selanjutnya adalah mulai bertindak, ini adalah langkah yang paling penting dalam menjalankan bisnis/ usaha yang kita jalani. Langkah terakhir yang tidak kalah penting nya adalah do’a karena dengan do’a tuhan selalu menyertai kita dalam keadaan apapun, do’a juga yang akan menguatkan kita sampai akhirnya kita berhasil dalam bisnis/ usaha kita hingga mencapai tujuan akhir kita yaitu mencapai penghasilan yang pasif income.

KEYAKINAN DALAM BERBISNIS

Begitu banyak bisnis yang dijalani para pengusaha baik dalam bentuk bisnis biasa maupun bentuk bisnis/usaha yang sudah berbentuk perusahaan. Pada intinya, bisnis harus dijalani dengan keyakinan, dengan diawali keyakinan bisnis yang kita jalani pasti akan berjalan sesuai dengan yang kita inginkan, tentunya dengan tidak melupakan keyakinan kita dengan memohon ridho tuhan agar tuhan bisa mengabulkan keinginan kita dan keyakinan kita akan bisnis yang ingin kita jalani.

Bakso, pempek, siomay, batagor adalah salah satu contoh bisnis/ usaha yang sedang hangat diperbincangkan. Karena membuka usaha makanan ringan bisa membuat kantong kita lebih tebal. Begitu banyak pengusaha bakso, pempek, siomay, batagor yang sukses dalam dunia usaha, salah satu faktornya adalah mereka mengawali bisnis/ usaha dengan keyakinan yang penuh.

Seorang pengusaha yang mengawali bisnis dengan keyakinan, maka akan menimbulkan rasa ingin tahu yang besar tentang konsep bisnis seperti apa atau usaha seperti apa yang menjadi pilihan utama bagi konsumen dan sampai akhirnya sang pengusaha bisa mengetahui informasi–informasi tentang bisnis / usaha yang akan menarik minat konsumen pada umumnya. Setelah mendapatkan informasi tersebut, sang pengusaha yang memiliki jiwa keyakinan yang kuat tidak lantas puas begitu saja, dengan mendapatkan informasi–informasi tersebut, justru menambah keyakinan sang pengusaha untuk mempersiapkan segala sesuatunya tentang bisnis tersebut hingga menghantarkan sang pengusaha berhasil dalam bisnis/usahanya.

Keyakinan juga akan menjadikan seorang pengusaha menjadi tegar jika ternyata terjadi hambatan dalam bisnis/usahanya. Keyakinan telah merubah semuanya, dan keyakinan pula yang akan mengundang kehendak tuhan akan keberhasilan bisnis/usaha kita. Karena kunci dari keberhasilan adalah mengawali segala sesuatunya dengan keyakinan dan diakhiri dengan keyakinan.

Minggu, 17 Oktober 2010

Perkembangan Moral dan Penalaran Moral

A. Perkembangan Moral
Riset psikologi menunjukkan bahwa perkembangan moral seseorang dapat berubah ketika dewasa. Saat anak-anak, kita secara jujur mengatakan apa yang benar dan apa yang salah, dan patuh untuk menghindari hukuman. Ketika tumbuh menjadi remaja, standar moral konvensional secara bertahap diinternalisasikan. Standar moral pada tahap ini didasarkan pada pemenuhan harapan keluarga, teman dan masyarakat sekitar. Hanya sebagian manusia dewasa yang rasional dan berpengalaman memiliki kemampuan merefleksikan secara kritis standar moral konvensional yang diwariskan keluarga, teman, budaya atau agama kita. Yaitu standar moral yang tidak memihak dan yang lebih memperhatikan kepentingan orang lain, dan secara memadai menyeimbangkan perhatian terhadap orang lain dengan perhatian terhadap diri sendiri.

Menurut ahli psikologi, Lawrence Kohlberg, dengan risetnya selama 20 tahun, menyimpulkan, bahwa ada 6 tingkatan (terdiri dari 3 level, masing- masing 2 tahap) yang teridentifikasi dalam perkembangan moral seseorang untuk berhadapan dengan isu-isu moral. Tahapannya adalah sebagai berikut :
1. Level satu : Tahap Prakonvensional
Pada tahap pertama, seorang anak dapat merespon peraturan dan ekspektasi sosial dan dapat menerapkan label-label baik, buruk, benar dan salah.
 Tahap satu : Orientasi Hukuman dan Ketaatan
Pada tahap ini, konsekuensi fisik sebuah tindakan sepenuhnya ditentukan oleh kebaikan atau keburukan tindakan itu. Alasan anak untuk melakukan yang baik adalah untuk menghindari hukuman atau menghormati kekuatan otoritas fisik yang lebih besar.
 Tahap dua : Orientasi Instrumen dan Relativitas
Pada tahap ini, tindakan yang benar adalah yang dapat berfungsi sebagai instrument untuk memuaskan kebutuhan anak itu sendiri atau kebutuhan mereka yang dipedulikan anak itu.
2. Level dua : Tahap Konvensional
Pada level ini, orang tidak hanya berdamai dengan harapan, tetapi menunjukkan loyalitas terhadap kelompok beserta norma-normanya. Remaja pada masa ini, dapat melihat situasi dari sudut pandang orang lain, dari perspektif kelompok sosialnya.
 Tahap Tiga : Orientasi pada Kesesuaian Interpersonal
Pada tahap ini, melakukan apa yang baik dimotivasi oleh kebutuhan untuk dilihat sebagai pelaku yang baik dalam pandangannya sendiri dan pandangan orang lain.
 Tahap Empat : Orientasi pada Hukum dan Keteraturan
Benar dan salah pada tahap konvensional yang lebih dewasa, kini ditentukan oleh loyalitas terhadap negara atau masyarakat sekitarnya yang lebih besar. Hukum dipatuhi kecuali tidak sesuai dengan kewajiban sosial lain yang sudah jelas.
3. Level tiga : Tahap Postkonvensional, Otonom, atau Berprinsip
Pada tahap ini, seseorang tidak lagi secara sederhana menerima nilai dan norma kelompoknya. Dia justru berusaha melihat situasi dari sudut pandang yang secara adil mempertimbangkan kepentingan orang lain. Dia mempertanyakan hukum dan nilai yang diadopsi oleh masyarakat dan mendefinisikan kembali dalam pengertian prinsip moral yang dipilih sendiri yang dapat dijustifikasi secara rasional. Hukum dan nilai yang pantas adalah yang sesuai dengan prinsip-prinsip yang memotivasi orang yang rasional untuk menjalankannya.
 Tahap Lima : Orientasi pada Kontrak Sosial
Tahap ini, seseorang menjadi sadar bahwa mempunyai beragam pandangan dan pendapat personal yang bertentangan dan menekankan cara yang adil untuk mencapai consensus dengan kesepahaman, kontrak, dan proses yang matang. Dia percaya bahwa nilai dan norma bersifat relative, dan terlepas dari consensus demokratis semuanya diberi toleransi.
 Tahap Enam : Orientasi pada Prinsip Etika yang Universal
Tahap akhir ini, tindakan yang benar didefinisikan dalam pengertian prinsip moral yang dipilih karena komprehensivitas, universalitas, dan konsistensi. Alasan seseorang untuk melakukan apa yang benar berdasarkan pada komitmen terhadap prinsip-prinsip moral tersebut dan dia melihatnya sebagai criteria untuk mengevaluasi semua aturan dan tatanan moral yang lain.

Teori Kohlberg membantu kita memahami bagaimana kapasitas moral kita berkembang dan memperlihatkan bagaimana kita menjadi lebih berpengalaman dan kritis dalam menggunakan dan memahami standar moral yang kita punyai. Namun tidak semua orang mengalami perkembangan, dan banyak yang berhenti pada tahap awal sepanjang hidupnya. Bagi mereka yang tetap tinggal pada tahap prakonvensional, benar atau salah terus menerus didefinisikan dalam pengertian egosentris untuk menghindari hukuman dan melakukan apa yang dikatakan oleh figur otoritas yang berkuasa.
Bagi mereka yang mencapai tahap konvensional, tetapi tidak pernah maju lagi, benar atau salah selalu didefinisikan dalam pengertian norma-norma kelompok sosial mereka atau hukum negara atau masyarakat mereka. Namun demikian, bagi yang mencapai level postkonvensional dan mengambil pandangan yang reflektif dan kritis terhadap standar moral yang mereka yakini, benar dan salah secara moral didefinisikan dalam pengertian prinsip-prinsip moral yang mereka pilih bagi mereka sendiri sebagai yang lebih rasional dan memadai.

B. Penalaran Moral
Penalaran moral mengacu pada proses penalaran dimana prilaku, institusi, atau kebijakan dinilai sesuai atau melanggar standar moral. Penalaran moral selalu melibatkan dua komponen mendasar :
1. Pemahaman tentang yang dituntut, dilarang, dinilai atau disalahkan oleh standar moral yang masuk akal.
2. Bukti atau informasi yang menunjukkan bahwa orang, kebijakan, institusi, atau prilaku tertentu mempunyai ciri-ciri standar moral yang menuntut, melarang, menilai, atau menyalahkan.
3. Menganalisis penalaran moral.

Ada beberapa kriteria yang digunakan para ahli etika untuk mengevaluasi kelayakan penalaran moral, yaitu :
1. Penalaran moral harus logis.
2. Bukti faktual yang dikutip untuk mendukung penilaian harus akurat, relevan dan lengkap.
3. Standar moral yang melibatkan penalaran moral seseorang harus konsisten.



Sumber : http://entrepreneur.gunadarma.ac.id/e-learning/materi/1-artikel/40-etika-bisnis.html

MORAL DAN ETIKA DALAM DUNIA BISNIS

A. Moral dalam Dunia Bisnis
Berbicara tentang moral sangat erat kaitannya dengan pembicaraan agama dan budaya, artinya kaidah-kaidah dari moral pelaku bisnis sangat dipengaruhi oleh ajaran serta budaya yang dimiliki oleh pelaku-pelaku bisnis sendiri. Setiap agama mengajarkan pada umatnya untuk memiliki moral yang terpuji, apakah itu dalam kegiatan mendapatkan keuntungan dalam berbisnis. Jadi, moral sudah jelas merupakan suatu yang terpuji dan pasti memberikan dampak positif bagi kedua belah pihak. Umpamanya, dalam melakukan transaksi, jika dilakukan dengan jujur dan konsekuen, jelas kedua belah pihak akan merasa puas dan memperoleh kepercayaan satu sama lain, yang pada akhirnya akan terjalin kerja sama yang erat dan saling menguntungkan.
Moral dan bisnis perlu terus ada agar terdapat dunia bisnis yang benar-benar menjamin tingkat kepuasan, baik pada konsumen maupun produsen. Kenapa hal ini perlu dibicarakan? Isu yang mencuat adalah semakin pesatnya perkembangan informasi tanpa diimbangi dengan dunia bisnis yang ber "moral", dunia ini akan menjadi suatu rimba modern yang kuat menindas yang lemah sehingga apa yang diamanatkan UUD 1945, Pasal 33 dan GBHN untuk menciptakan keadilan dan pemerataan tidak akan pernah terwujud.
Moral lahir dari orang yang memiliki dan mengetahui ajaran agama dan budaya. Agama telah mengatur seseorang dalam melakukan hubungan dengan orang sehingga dapat dinyatakan bahwa orang yang mendasarkan bisnisnya pada agama akan memiliki moral yang terpuji dalam melakukan bisnis. Berdasarkan ini sebenarnya moral dalam berbisnis tidak akan bisa ditentukan dalam bentuk suatu peraturan (rule) yang ditetapkan oleh pihak-pihak tertentu. Moral harus tumbuh dari diri seseorang dengan pengetahuan ajaran agama yang dianut budaya dan dimiliki harus mampu diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

B. Etika Dalam Dunia Bisnis
Apabila moral merupakan sesuatu yang mendorong orang untuk melakukan kebaikan etika bertindak sebagai rambu-rambu (sign) yang merupakan kesepakatan secara rela dari semua anggota suatu kelompok. Dunia bisnis yang bermoral akan mampu mengembangkan etika (patokan/rambu-rambu) yang menjamin kegiatan bisnis yang seimbang, selaras, dan serasi.
Etika sebagai rambu-rambu dalam suatu kelompok masyarakat akan dapat membimbing dan mengingatkan anggotanya kepada suatu tindakan yang terpuji (good conduct) yang harus selalu dipatuhi dan dilaksanakan. Etika di dalam bisnis sudah tentu harus disepakati oleh orang-orang yang berada dalam kelompok bisnis serta kelompok yang terkait lainnya.
Dunia bisnis, tidak menyangkut hubungan antara pengusaha dengan pengusaha, tetapi mempunyai kaitan secara nasional bahkan internasional. Tentu dalam hal ini, untuk mewujudkan etika dalam berbisnis perlu pembicaraan yang transparan antara semua pihak, baik pengusaha, pemerintah, masyarakat maupun bangsa lain agar jangan hanya satu pihak saja yang menjalankan etika sementara pihak lain berpijak kepada apa yang mereka inginkan. Artinya kalau ada pihak terkait yang tidak mengetahui dan menyetujui adanya etika moral dan etika, jelas apa yang disepakati oleh kalangan bisnis tadi tidak akan pernah bisa diwujudkan. Jadi, jelas untuk menghasilkan suatu etika didalam berbisnis yang menjamin adanya kepedulian antara satu pihak dan pihak lain tidak perlu pembicaraan yang bersifat global yang mengarah kepada suatu aturan yang tidak merugikan siapapun dalam perekonomian. Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain :

1. Pengendalian diri : Pelaku-pelaku bisnis dan pihak yang terkait mampu mengendalikan diri mereka masing-masing untuk tidak memperoleh apapun dari siapapun dan dalam bentuk apapun. Di samping itu, pelaku bisnis sendiri tidak mendapatkan keuntungan dengan jalan main curang dan menekan pihak lain dan menggunakan keuntungan dengan jalan main curang dan menakan pihak lain dan menggunakan keuntungan tersebut walaupun keuntungan itu merupakan hak bagi pelaku bisnis, tetapi penggunaannya juga harus memperhatikan kondisi masyarakat sekitarnya. Inilah etika bisnis yang “etis”.

2. Pengembangan tanggung jawab sosial (social responsibility) : Pelaku bisnis di sini dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk "uang" dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi. Artinya sebagai contoh kesempatan yang dimiliki oleh pelaku bisnis untuk menjual pada tingkat harga yang tinggi sewaktu terjadinya excess demand harus menjadi perhatian dan kepedulian bagi pelaku bisnis dengan tidak memanfaatkan kesempatan ini untuk meraup keuntungan yang berlipat ganda. Jadi, dalam keadaan excess demand pelaku bisnis harus mampu mengembangkan dan memanifestasikan sikap tanggung jawab terhadap masyarakat sekitarnya.

3. Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi : Bukan berarti etika bisnis anti perkembangan informasi dan teknologi, tetapi informasi dan teknologi itu harus dimanfaatkan untuk meningkatkan kepedulian bagi golongan yang lemah dan tidak kehilangan budaya yang dimiliki akibat adanya tranformasi informasi dan teknologi.

4. Menciptakan persaingan yang sehat : Persaingan dalam dunia bisnis perlu untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas, tetapi persaingan tersebut tidak mematikan yang lemah, dan sebaliknya, harus terdapat jalinan yang erat antara pelaku bisnis besar dan golongan menengah ke bawah, sehingga dengan perkembangannya perusahaan besar mampu memberikan spread effect terhadap perkembangan sekitarnya. Untuk itu dalam menciptakan persaingan perlu ada kekuatan-kekuatan yang seimbang dalam dunia bisnis tersebut.

5. Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan” : Dunia bisnis seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya pada saat sekarang, tetapi perlu memikirkan bagaimana dengan keadaan dimasa mendatang. Berdasarkan ini jelas pelaku bisnis dituntut tidak meng-"ekspoitasi" lingkungan dan keadaan saat sekarang semaksimal mungkin tanpa mempertimbangkan lingkungan dan keadaan dimasa datang walaupun saat sekarang merupakan kesempatan untuk memperoleh keuntungan besar.

6. Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi) : Jika pelaku bisnis sudah mampu menghindari sikap seperti ini, kita yakin tidak akan terjadi lagi apa yang dinamakan dengan korupsi, manipulasi dan segala bentuk permainan curang dalam dunia bisnis ataupun berbagai kasus yang mencemarkan nama bangsa dan negara.

7. Mampu menyatakan yang benar itu benar : Artinya, kalau pelaku bisnis itu memang tidak wajar untuk menerima kredit (sebagai contoh) karena persyaratan tidak bisa dipenuhi, jangan menggunakan "katabelece" dari "koneksi" serta melakukan "kongkalikong" dengan data yang salah. Juga jangan memaksa diri untuk mengadakan “kolusi" serta memberikan "komisi" kepada pihak yang terkait.

8. Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan golongan pengusaha ke bawah : Untuk menciptakan kondisi bisnis yang "kondusif" harus ada saling percaya (trust) antara golongan pengusaha kuat dengan golongan pengusaha lemah agar pengusaha lemah mampu berkembang bersama dengan pengusaha lainnya yang sudah besar dan mapan. Yang selama ini kepercayaan itu hanya ada antara pihak golongan kuat, saat sekarang sudah waktunya memberikan kesempatan kepada pihak menengah untuk berkembang dan berkiprah dalam dunia bisnis.

9. Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama : Semua konsep etika bisnis yang telah ditentukan tidak akan dapat terlaksana apabila setiap orang tidak mau konsekuen dan konsisten dengan etika tersebut. Mengapa? Seandainya semua etika bisnis telah disepakati, sementara ada "oknum", baik pengusaha sendiri maupun pihak yang lain mencoba untuk melakukan "kecurangan" demi kepentingan pribadi, jelas semua konsep etika bisnis itu akan “gugur” satu demi satu.

10. Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah disepakati : Jika etika ini telah dimiliki oleh semua pihak, jelas semua memberikan suatu ketentraman dan kenyamanan dalam berbisnis.

11. Perlu adanya sebagian etika bisnis yang dituangkan dalam suatu hukum positif yang berupa peraturan perundang-undangan : Hal ini untuk menjamin kepastian hukum dari etika bisnis tersebut, seperti "proteksi" terhadap pengusaha lemah. Kebutuhan tenaga dunia bisnis yang bermoral dan beretika saat sekarang ini sudah dirasakan dan sangat diharapkan semua pihak apalagi dengan semakin pesatnya perkembangan globalisasi di muka bumi ini.



Sumber : N. Nuryesman M, Moral dan Etika Dalam Dunia Bisnis, 1996, Bank dan Manajemen.

Etika Bisnis dan Isu Terkait

Menurut kamus, istilah etika memiliki beragam makna yang berbeda. Salah satu maknanya adalah “prinsip tingkah laku yang mengatur individu dan kelompok”. Makna kedua menurut kamus, etika adalah “kajian moralitas”. Tapi meskipun etika berkaitan dengan moralitas, namun tidak sama persis dengan moralitas. Etika adalah semacam penelaahan, baik aktivitas penelaahan maupun hasil penelaahan itu sendiri, sedangkan moralitas merupakan subjek.

A. Moralitas
Moralitas adalah pedoman yang dimiliki individu atau kelompok mengenai apa itu benar dan salah, atau baik dan jahat. Pedoman moral mencakup norma-norma yang kita miliki mengenai jenis-jenis tindakan yang kita yakini benar atau salah secara moral, dan nilai-nilai yang kita terapkan pada objek-objek yang kita yakini secara moral baik atau secara moral buruk. Norma moral seperti “selalu katakan kebenaran”, “membunuh orang tak berdosa itu salah”. Nilai-nilai moral biasanya diekspresikan sebagai pernyataan yang mendeskripsikan objek-objek atau ciri-ciri objek yang bernilai, semacam “kejujuran itu baik” dan “ketidakadilan itu buruk”. Standar moral pertama kali terserap ketika masa kanak-kanak dari keluarga, teman, pengaruh kemasyarakatan seperti gereja, sekolah, televisi, majalah, music dan perkumpulan. Hakekat standar moral :
1. Standar moral berkaitan dengan persoalan yang kita anggap akan merugikan secara serius atau benar-benar akan menguntungkan manusia.
2. Standar moral tidak dapat ditetapkan atau diubah oleh keputusan dewan otoritatif tertentu.
3. Standar moral harus lebih diutamakan daripada nilai lain termasuk (khususnya) kepentingan diri.
4. Standar moral berdasarkan pada pertimbangan yang tidak memihak.
5. Standar moral diasosiasikan dengan emosi tertentu dan kosa kata tertentu.

B. Etika
Etika merupakan ilmu yang mendalami standar moral perorangan dan standar moral masyarakat. Ia mempertanyakan bagaimana standar-standar diaplikasikan dalam kehidupan kita dan apakah standar itu masuk akal atau tidak masuk akal – standar, yaitu apakah didukung dengan penalaran yang bagus atau jelek.
Etika merupakan penelaahan standar moral, proses pemeriksaan standar moral orang atau masyarakat untuk menentukan apakah standar tersebut masuk akal atau tidak untuk diterapkan dalam situasi dan permasalahan konkrit. Tujuan akhir standar moral adalah mengembangkan bangunan standar moral yang kita rasa masuk akal untuk dianut. Etika merupakan studi standar moral yang tujuan eksplisitnya adalah menentukan standar yang benar atau yang didukung oleh penalaran yang baik, dan dengan demikian etika mencoba mencapai kesimpulan tentang moral yang benar dan salah, dan moral yang baik dan jahat.

C. Etika Bisnis
Etika bisnis merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah. Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan, institusi, dan perilaku bisnis. Etika bisnis merupakan studi standar formal dan bagaimana standar itu diterapkan ke dalam sistem dan organisasi yang digunakan masyarakat modern untuk memproduksi dan mendistribusikan barang dan jasa dan diterapkan kepada orang-orang yang ada di dalam organisasi.

D. Penerapan Etika pada Organisasi Perusahaan
Dapatkah pengertian moral seperti tanggung jawab, perbuatan yang salah dan kewajiban diterapkan terhadap kelompok seperti perusahaan, ataukah pada orang (individu) sebagai perilaku moral yang nyata? Ada dua pandangan yang muncul atas masalah ini :
Ekstrem pertama, adalah pandangan yang berpendapat bahwa, karena aturan yang mengikat, organisasi memperbolehkan kita untuk mengatakan bahwa perusahaan bertindak seperti individu dan memiliki tujuan yang disengaja atas apa yang mereka lakukan, kita dapat mengatakan mereka bertanggung jawab secara moral untuk tindakan mereka dan bahwa tindakan mereka adalah bermoral atau tidak bermoral dalam pengertian yang sama yang dilakukan manusia.
Ekstrem kedua, adalah pandangan filsuf yang berpendirian bahwa tidak masuk akal berpikir bahwa organisasi bisnis secara moral bertanggung jawab karena ia gagal mengikuti standar moral atau mengatakan bahwa organisasi memiliki kewajiban moral. Organisasi bisnis sama seperti mesin yang anggotanya harus secara membabi buta mentaati peraturan formal yang tidak ada kaitannya dengan moralitas. Akibatnya, lebih tidak masuk akal untuk menganggap organisasi bertanggung jawab secara moral karena ia gagal mengikuti standar moral daripada mengkritik organisasi seperti mesin yang gagal bertindak secara moral.
Karena itu, tindakan perusahaan berasal dari pilihan dan tindakan individu manusia, individu-individulah yang harus dipandang sebagai penjaga utama kewajiban moral dan tanggung jawab moral : individu manusia bertanggung jawab atas apa yang dilakukan perusahaan karena tindakan perusahaan secara keseluruhan mengalir dari pilihan dan perilaku mereka. Jika perusahaan bertindak keliru, kekeliruan itu disebabkan oleh pilihan tindakan yang dilakukan oleh individu dalam perusahaan itu, jika perusahaan bertindak secara moral, hal itu disebabkan oleh pilihan individu dalam perusahaan bertindak secara bermoral.

E. Globalisasi, Perusahaan Multinasional dan Etika Bisnis
Globalisasi adalah proses yang meliputi seluruh dunia dan menyebabkan sistem ekonomi serta sosial negara-negara menjadi terhubung bersama, termasuk didalamnya barang- barang, jasa, modal, pengetahuan, dan peninggalan budaya yang diperdagangkan dan saling berpindah dari satu negara ke negara lain. Proses ini mempunyai beberapa komponen, termasuk didalamnya penurunan rintangan perdagangan dan munculnya pasar terbuka dunia, kreasi komunikasi global dan system transportasi seperti internet dan pelayaran global, perkembangan organisasi perdagangan dunia (WTO), bank dunia, IMF, dan lain sebagainya.
Perusahaan multinasional adalah inti dari proses globalisasi dan bertanggung jawab dalam transaksi internasional yang terjadi dewasa ini. Perusahaan multinasional adalah perusahaan yang bergerak di bidang yang menghasilkan pemasaran, jasa atau operasi administrasi di beberapa negara. Perusahaan multinasional adalah perusahaan yang melakukan kegiatan produksi, pemasaran, jasa dan beroperasi di banyak negara yang berbeda. Karena perusahaan multinasional ini beroperasi di banyak negara dengan ragam budaya dan standar yang berbeda, banyak klaim yang menyatakan bahwa beberapa perusahaan melanggar norma dan standar yang seharusnya tidak mereka lakukan.

F. Etika Bisnis dan Perbedaan Budaya
Relativisme etis adalah teori bahwa, karena masyarakat yang berbeda memiliki keyakinan etis yang berbeda. Apakah tindakan secara moral benar atau salah, tergantung kepada pandangan masyarakat itu. Dengan kata lain, relativisme moral adalah pandangan bahwa tidak ada standar etis yang secara absolute benar dan yang diterapkan atau harus diterapkan terhadap perusahaan atau orang dari semua masyarakat. Dalam penalaran moral seseorang, dia harus selalu mengikuti standar moral yang berlaku dalam masyarakat manapun dimana dia berada.
Pandangan lain dari kritikus relativisme etis yang berpendapat, bahwa ada standar moral tertentu yang harus diterima oleh anggota masyarakat manapun jika masyarakat itu akan terus berlangsung dan jika anggotanya ingin berinteraksi secara efektif. Relativisme etis mengingatkan kita bahwa masyarakat yang berbeda memiliki keyakinan moral yang berbeda, dan kita hendaknya tidak secara sederhana mengabaikan keyakinan moral kebudayaan lain ketika mereka tidak sesuai dengan standar moral kita.

G. Teknologi dan Etika Bisnis
Teknologi yang berkembang di akhir dekade abad ke-20 mentransformasi masyarakat dan bisnis, dan menciptakan potensi problem etis baru. Yang paling mencolok adalah revolusi dalam bioteknologi dan teknologi informasi. Teknologi menyebabkan beberapa perubahan radikal, seperti globalisasi yang berkembang pesat dan hilangnya jarak, kemampuan menemukan bentuk-bentuk kehidupan baru yang keuntungan dan resikonya tidak terprediksi. Dengan perubahan cepat ini, organisasi bisnis berhadapan dengan setumpuk persoalan etis baru yang menarik.


Sumber : http://entrepreneur.gunadarma.ac.id/e-learning/materi/1-artikel/40-etika-bisnis.html

Teori – Teori Etika

1. Pengertian Etika
Untuk memahami apa itu etika, sesungguhnya kita perlu membandingkannya dengan moralitas. Hanya saja perlu diingat bahwa etika bisa saja mempunya pengertian yang sama sekali berbeda dengan moralitas.
Secara teoritis, etika dapat dibedakan menjadi dua pengertian. Pertama, etika berasal dari kata Yunani ethos (ta etha) yang berarti ‘adat istidat’ atau ‘kebiasaan’. Ini berarti etika berkaitan dengan nilai-nilai, tata cara hidup yang baik, aturan hidup yang baik, dan segala kebiasaan yang dianut dan diwariskan dari satu orang ke orang lain atau dari satu generasi ke generasi yang lainnya. Kebiasaan ini lalu terungkap dalam perilaku berpola yang terus berulang sebagai sebuah kebiasaan. Pengertian etika persis sama dengan pengertian moralitas. Moralitas berasal dari kata Latin mos (mores) yang juga berarti ‘adat istiadat’ atau ‘kebiasaan’. Dengan demikian etika dan moralitas sama-sama berarti sistem nilai tentang bagaimana manusia harus hidup secara baik. Kendati petunjuk konkret itu bisa disalurkan melalui dan bersumber dari agama atau kebudayaan tertentu.
Kedua, etika juga dipahami dalam pengertian yang sekaligus berbeda dengan moralitas. Etika dalam pengertian kedua ini dimengerti sebagai filsafat moral. Etika dapat dirumuskan sebagai refleksi kritis dan rasional mengenai (a) nilai dan norma yang menyangkut bagaimana manusia harus hidup baik sebagai manusia, dan mengenai (b) masalah-masalah kehidupan manusia dengan mendasarkan diri pada nilai dan norma-norma moral yang umum diterima. Karena etika adalah refleksi kritis terhadap moralitas, maka etika tidak bermaksud membuat manusia bertindak sesuai dengan moralitas begitu saja.

2. Tiga Norma Umum
Dalam hidup kita, banyak norma yang memberi pedoman tentang bagaimana kita harus hidup dan bertindak secara baik dan tepat, sekaligus menjadi dasar bagi penilaian mengenai baik buruknya perilaku dan tindakan kita. Secara umum terdapat dua macam norma, yaitu :

1. Norma-norma khusus, adalah aturan yang berlaku dalam bidang kegiatan atau kehidupan khusus, misalnya, aturan olahraga, aturan pendidikan, lebih khusus lagi aturan di sebuah sekolah, dan sebagainya.

2. Norma-norma umum, lebih bersifat umum dan sampai tingkat tertentu boleh dikatakan bersifat universal. Norma-norma umum ini ada tiga, yaitu sebagai berikut:
a. Norma sopan santun atau juga disebut norma etiket adalah norma yang mengatur pola perilaku dan sikap lahiriah manusia dalam pergaulan sehari-hari. Misalnya menyangkut sikap dan perilaku seperti bertamu, makan dan minum, duduk, berpakaian, dan sebagainya.
b. Norma hukum adalah norma yang dituntut keberlakuannya secara tegas oleh masyarakat karena dianggap perlu dan demi keselamatan dan kesejahteraan manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Itu sebabnya, keberlakuan norma ini lebih tegas dan pasti, karena ditunjang dan dijamin oleh hukuman dan sangsi bagi pelanggarannya.
c. Norma moral yaitu aturan mengenai sikap dan perilaku manusia sebagai manusia. Norma ini menyangkut aturan tentang baik buruknya, adil tidaknya tindakan dan perilaku manusia sejauh ia dilihat sebagai manusia. Norma moral lalu menjadi tolak ukur yang dipakai oleh masyarakat untuk menentukan baik buruknya tindakan manusia, entah sebagai anggota masyarakat ataupun sebagai orang dengan jabatan atau profesi tertentu.

3. Dua Teori Etika
Etika memberi kita pegangan atau orientasi dalam menjalani kehidupan kita di dunia ini. Ini berarti tindakan manusia selalu mempunyai tujuan tertentu yang ingin dicapainya. Berikut ini dua macam teori etika, yaitu sebagai berikut.
a. Etika Deontologi
Istilah ‘deontologi’ berasal dari kata Yunani deon, yang berarti kewajiban. Karena itu, etika deontologi ini menekankan kewajiban manusia untuk bertindak secara baik. Menurut etika deontologi, suatu tindakan itu baik bukan dinilai dan dibenarkan berdasarkan akibat atau tujuan baik dari tindakan itu, melainkan berdasarkan tindakan itu sendiri sebagai baik pada dirinya sendiri. Misalnya, suatu tindakan bisnis akan dinilai baik oleh etika deontologi bukan karena tindakan itu mendatangkan akibat baik bagi pelakunya, melainkan karena tindakan itu sejalan dengan kewajiban si pelaku. Seperti, memberikan pelayanan yang baik kepada semua konsumen, dan sebagainya. Atas dasar itu, etika deontologi sangat menekankan motivasi, kemauan baik dan watak yang kuat dari pelaku.
b. Etika Teleologi
Berbeda dengan etika deontologi, etika teleologi ini justru mengukur baik buruknya suatu tindakan berdasarkan tujuan yang mau dicapai dengan tindakan itu, atau berdasarkan akibat yang ditimbulkan oleh tindakan itu. Misalnya, mencuri bagi teleologi tidak dinilai baik atau buruk berdasarkan baik buruknya tindakan itu sendiri, melainkan oleh tujuan dan akibat dari tindakan itu. Kalau tujuannya baik, maka tindakan itu dinilai baik. Seperti, seorang anak kecil yang mencuri demi biaya pengobatan ibunya yang sakit parah. Atas dasar ini, dapat dikatakan bahwa etika teleologi lebih situasional, karena tujuan dan akibat suatu tindakan bisa sangat tergantung pada situasi khusus tertentu. Karena itu, setiap norma dan kewajiban moral tidak bisa berlaku begitu saja dalam setiap situasi.


Sumber : DR. A. Sonny Keraf, 2006, Etika Bisnis, Yogyakarta, Kanisius.

Kamis, 13 Mei 2010

If Talking About Love

Cinta
Cinta bukan tentang aku
Tetapi cinta tentang kita
Kau dan aku

Cinta bukan paksaan
Cinta tanpa syarat apapun
Cinta tulus
Mengalir apa adanya

Cinta bukan berdasarkan
Apa yang kita pikirkan
Tetapi cinta berdasarkan
Apa yang kita rasakan

It really Love

Jumat, 07 Mei 2010

Tugas Bahasa Indonesia 2

Mata kuliah bahasa Indonesia 1 dan bahasa Indonesia 2, saya dapatkan pada semester 5 dan 6.
 Untuk mata kuliah bahasa Indonesia 1
Materi yang diajarkan pada semester 5 ini, sebagai berikut :
1. Penulisan kata
2. Karangan ilmiah
3. Ragam bahasa
4. Diksi
5. EYD
6. Kalimat efektif
7. Paragraf
8. Kerangka karangan
9. Kutipan
10. Daftar Pustaka
Dari materi tersebut, saya dapat mengingat kembali pelajaran-pelajaran yang dulu sudah pernah saya pelajari, dan menambah ilmu pengetahuan saya mengenai apa yang belum pernah saya pelajari sebelumnya.

 Untuk mata kuliah bahasa Indonesia 2
Bahasa Indonesia pada semester 6 ini menjadi mata kuliah softskill, yaitu pertemuan dosen di dalam kelas hanya 1 bulan sekali. Setiap pertemuan, dosen memberikan tugas. Tugas dikirimkan melalui internet yaitu dengan menggunakan blog lalu dikirim ke dalam studentsite gunadarma yang dimiliki oleh masing-masing mahasiswa. Adapun tugas yang diberikan pada mata kuliah bahasa Indonesia 2 ini adalah berupa tulisan yang bersifat bebas (puisi, artikel, cerpen, dll). Selain itu juga ada tugas kelompok, yaitu materi yang sesuai dengan SAP dan dikirimkan melalui blog juga.

Dari kedua mata kuliah tersebut yang saat ini dapat saya terapkan yaitu mata kuliah bahasa Indonesia 1 mengenai kutipan dan daftar pustaka. Saya menerapkannya dalam penulisan ilmiah yang sedang saya kerjakan pada semester 6 ini. kedua materi tersebut sangat mambantu saya dalam memahami cara penulisan kutipan dan daftar pustaka.

Kritik, Saran, dan Tanggapan Terhadap Mata Kuliah Softskill

Mata kuliah softskill ini sebenarnya sangat bagus, karena dapat menambah pengetahuan mahasiswa mengenai penggunaan blog, dan penggunaan warta warga di dalam studentsite gunadarma. Dari setiap semester, mata kuliah yang dijadikan sebagai bahan softskill berbeda-beda, dan tugas yang diberikan juga beragam, tergantung pada mata kuliah pada semester tersebut.

Setiap dosen yang mengajar softskill, pertemuan di dalam kelas hanya 1 bulan sekali, terkadang membuat mahasiswa kurang memahami tugas yang diberikan oleh dosen. Sebaiknya dosen juga dapat berinteraksi melalui email dosennya, agar semua tugas dapat dikerjakan dengan baik dan benar sesuai yang diberikan dosen.

Kendala yang sering dihadapai oleh mahasiswa dalam softskill ini yaitu pada saat pengiriman ke dalam tulisan atau tugas pada studentsite. Sistemnya terkadang error, jadi pengiriman tugas menjadi terlambat. Seharusnya pada pihak gunadarma khususnya pihak yang menangani studentsite dapat cepat mengatasinya agar tidak ada penundaan dalam pengiriman tugas.

Kamis, 01 April 2010

Artikel

KOLESTROL MENURUN KARENA JUS JERUK?

Kolestrol tinggi bisa diturunkan dengan banyak minum jus jeruk. Para peneliti mendapati bahwa jus yang telah diperkaya sejumlah ramuan dapat menurunkan kolesterol. Ini sudah terbukti pada sekitar 12 persen orang dewasa yang meminum jus jeruk dua gelas setiap hari selama dua bulan.

Studi yang secara parsial didanai oleh perusahaan minuman Coca Cola juga meluncurkan jus yang telah diperkaya jenis ramuan steril yang berkhasiat menurunkan kolesterol. “Jus jeruk telah banyak dikonsumsi oleh perorangan dari segala golongan usia, dari anak-anak sampai dewasa,“ kata Sridevi Devaraj dari Universitas California.
Para peneliti melibatkan sebanyak 73 relawan yang semula mengalami tingginya kolesterol, namun setelah meminum jus jeruk selama dua pekan, mereka dapat pulih kembali. Robert Eckel dari Universitas Colorado menyatakan hasil itu dinilai menarik karena jus jeruk menawarkan pilihan lain.

Minuman yang diperkaya dengan folate, vitamin C dan nutrisi lainnya telah terbukti dapat meningkatkan kesehatan seseorang. Mereka yang terlibat dalam penelitian itu berusia antara 20 sampai 37 tahun, dan tidak ada seorang pun yang mengalami penyakit kardiovaskular.

Sumber : Tabloid MODIS

Template by:

Free Blog Templates