1. Mitos Bisnis Amoral
Mitos bisnis amoral mengungkapkan suatu keyakinan bahwa antara bisnis dan moralitas atau etika tidak ada hubungan sama sekali. Bisnis tidak punya sangkut paut dengan etika dan moralitas. Bisnis dan etika adalah dua hal yang sangat berbeda dan tidak boleh dicampuradukkan. Etika justru bertentangan dengan bisnis dan akan membuat pelaku bisnis kalah dalam persaingan bisnis yang ketat. Orang bisnis tidak perlu memperhatikan imbauan-imbauan, norma-norma dan nilai moral.
Argumen :
• Bisnis adalah suatu persaingan, sehingga pelaku bisnis harus berusaha dengan segala cara dan upaya untuk bisa menang. Dengan kata lain. Bisnis sebagaimana permainan, cenderung menghalalkan segala cara demi memperoleh keuntungan. Sehingga mengabaikan etika dengan mudah. Itu berarti etika tidak punya tempat dan tidak relevan untuk kegiatan bisnis.
• Aturan yang dipakai dalam permainan penuh persaingan, berbeda dari aturan yang dikenal dalam kehidupan sosial sehingga tidak bisa dinilai dengan aturan moral dan sosial. Jadi, baik tidaknya bisnis dalam argument ini, bukan ditentukan oleh sejauh mana kegiatan bisnis dijalankan secara pantas atau tidak pantas menurut kaidah-kaidah moral, melainkan berdasarkan aturan dan kebiasaan yang dipraktekkan dalam dunia bisnis.
• Orang bisnis yang masih mau mematuhi aturan moral atau etika akan berada pada posisi yang tidak menguntungkan. Karena, orang yang masih mempertahankan etika dan moralitas akan kalah, merugi, dan tersingkir dengan sendirinya. Bisnis yang seperti ini bukanlah tempat yang cocok bagi orang seperti itu.
Mitos bisnis amoral tidak sepenuhnya benar
Beberapa perusahaan ternyata bisa berhasil karena memegang teguh kode etis dan komitmen moral tertentu. Contoh beberapa perusahaan tersebut yaitu IBM atau Johnson and Johnson.
Bisnis adalah bagian aktivitas yang penting dari masyarakat, sehingga norma atau nilai yang dianggap baik dan berlaku di masyarakat ikut dibawa serta dalam kegiatan bisnis.
Harus dibedakan antara legalitas dan moralitas. Suatu praktek atau kegiatan bisnis mungkin saja diterima secara legal karena ada dasar hukum, tetapi tidak diterima secara moral. Sebagai contoh yaitu praktek monopoli.
Etika harus dibedakan dari ilmu empiris. Dalam ilmu empiris, suatu gejala atau fakta yang berulang terus dan terjadi dimana-mana menjadi alas an yang sah bagi kita untuk menarik sebuah teori atau hukum ilmiah yang sah dan berlaku universal. Etika tidak mendasarkan norma atau prinsipnya pada kenyataan faktual yang terus berulang. Menurut Hume: dari kenyataan yang ada (is) tidak bisa ditarik sebuah perintah normatif (ought). Contoh : sogok, suap,kolusi, monopoli,nepotisme.
Berbagai aksi protes yang mengecam berbagai pelanggaran dalam kegiatan bisnis menunjukkan bahwa bisnis harus dijalankan secara baik dan tetap mengindahkan norma-norma moral. Contohnya dalam gerakan dan aksi protes lingkungan hidup, konsumen, buruh, hak wanita, dan semacamnya. Sebagai contoh lain, bahwa orang bisnis lebih suka menggunakan maskapai penerbangan yang lebih baik kualitasnya dalam segala aspek dan merasa jengkel dengan penerbangan yang tidak professional, hal ini telah menunjukkan betapa orang bisnis sendiri sangat menuntut bisnis yang etis. Ini berarti omong kosong apabila dikatakan bisnis tidak punya sangkut pautnya dengan etika.
2. Keutamaan Etika Bisnis
a) Dalam bisnis modern, para pelaku bisnis dituntut untuk menjadi orang-orang profesional di bidangnya . Perusahaan yang unggul bukan hanya memiliki kinerja dalam bisnis, manajerial dan finansial yang baik akan tetapi juga kinerja etis dan etos bisnis yang baik. Hanya perusahaan yang mampu melayani kepentingan semua pihak, mempertahankan mutu, memenuhi permintaan pasar (konsumen) dengan tingkat harga, mutu, dan waktu yang tepat, serta mampu menawarkan barang dan jasa sesuai dengan apa yang dianggapnya baik dan dapat diterima masyarakat itulah yang akan berhasil dan bertahan lama.
b) Dalam persaingan bisnis yang sangat ketat para pelaku bisnis pun menyadari bahwa konsumen benar-benar raja. Kepercayaan konsumen dijaga dengan memperlihatkan citra bisnis yang baik dan etis. Para pelaku bisnis sadar bahwa konsumen kini sangat kritis dan tidak mudah dibohongi. Oleh karena itu, kini benar-benar diperhitungkan oleh perusahaan-perusahaan yang memang ingin membangun sebuah kerajaan bisnis yang bertahan lama.
c) Dalam sistem pasar terbuka dengan peran pemerintah yang menjamin kepentingan dan hak bagi semua pihak, maka perusahaan harus menjalankan bisnisnya dengan baik dan etis, yaitu dengan menjalankan bisnis sedemikian rupa tanpa secara sengaja merugikan hak dan kepentingan semua pihak yang terkait dengan bisnisnya. Jadi kalau sampai terjadi bahwa pelaku bisnis menjalankan bisnisnya dengan merugikan pihak-pihak tertentu, maka pemerintah akan turun tangan mengambil tindakan tertentu untuk menertibkan praktek bisnis tersebut. Contoh tindakannya yaitu pencabutan izin usaha.
d) Perusahaan modern sangat menyadari bahwa karyawan bukanlah tenaga yang harus dieksploitasi demi mendapat keuntungan. Dalam bisnis yang penuh persaingan ketat, karyawan adalah orang-orang professional yang tidak mudah digantikan, karena mengganti seorang tenaga professional akan sangat merugikan baik dari segi financial, waktu, energy, irama kerja perusahaan, team-work, momentum, dan seterusnya. Maka yang paling ideal bagi perusahaan modern sekarang ini adalah bagaimana menjaga dan mempertahankan tenaga kerja yang professional.
Kenneth Blanchard dan Norman Vincent Peale: “perlakuan yang baik terhadap karyawan telah menaikkan keuntungan perusahaan sebesar 20% atau telah menurunkan harga produk perusahaan tersebut sebesar 20%. Maksudnya, perlakuan yang baik terhadap karyawan telah mencegah munculnya sikap-sikap tertentu pada karyawan yang dapat merugikan perusahaan. Dengan perlakuan yang baik, kerugian yang disebabkan oleh sikap atau perilaku buruk di pihak karyawan dapat dicegah, dengan demikian dapat menaikkan keuntungan bagi perusahaan atau sebaliknya menurunkan harga jual produk karena kurangnya biaya yang tidak perlu untuk menutup kerugian-kerugian yang tidak perlu.
3. Sasaran dan Lingkup Etika Bisnis
1) Etika bisnis bertujuan untuk menghimbau pelaku bisnis agar menjalankan bisnisnya secara baik dan etis. Himbauan itu didasarkan juga pada hakikat dan tujuan bisnis, yaitu untuk meraih keuntungan. Himabauan untuk berbisnis secara baik dan etis karena bisnis yang baik dan etis menunjang keberhasilan bisnisnya dalam jangka panjang.
2) Untuk menyadarkan masyarakat khususnya konsumen, buruh atau karyawan dan masyarakat luas akan hak dan kepentingan mereka yang tidak boleh dilanggar oleh praktek bisnis siapapun juga. Pada sasaran ini, etika bisnis berfungsi untuk menggugah masyarakat untuk bertindak menuntut para pelaku bisnis untuk berbisnis secara baik demi terjaminnya hak dan kepentingan masyarakat tersebut. Etika bisnis lalu bisa menjadi sangat subversif. Subversif karena ia menggugah, mendorong, dan membangkitkan kesadaran masyarakat untuk tidak dibodoh-bodohi, dirugikan, dan diperlukan secara tidak adil dan tidak etis oleh praktek bisnis manapun.
3) Etika bisnis juga berbicara mengenai sistem ekonomi yang sangat menentukan etis tidaknya suatu praktek bisnis. Dalam hal ini etika bisnis lebih bersifat makro, maka disebut etika ekonomi. Dalam lingkup makro ini, etika bisnis berbicara mengenai monopoli, oligopoly, kolusi, dan praktek-praktek semacamnya yang akan sangat mempengaruhi sehat tidaknya serta baik tidaknya praktek bisnis dalam sebuah negara.
4. Prinsip-prinsip Etika Bisnis
1) Prinsip otonomi
Otonomi adalah sikap dan kemampuan manusia untuk mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan kesadaran sendiri tentang apa yang dianggapnya baik untuk dilakukan. Ia tahu mengenai bidang kegiatannya, situasi yang dihadapinya, apa yang diharapkan darinya, tuntutan dan aturan yang berlaku bagi bidang kegiatannya, sadar dan tahu akan keputusan dan tindakan yang akan diambilnya serta risiko atau akibat yang akan timbul baik bagi dirinya dan perusahaannya maupun bagi pihak lain. Orang yang otonom adalah orang yang bebas mengambil keputusan dan tindakan serta bertanggung jawab atas keputusan dan tindakannya tersebut.
2) Prinsip Kejujuran
• Kejujuran dalam pemenuhan syarat-syarat perjanjian dan kontrak.
Kejujuran sangat penting artinya bagi kepentingan masing-masing pihak dan sangat menentukan relasi dan kelangsungan bisnis masing-masing pihak selanjutnya. Karena, seandainya salah satu pihak berlaku curang dalam memenuhi syarat-syarat perjanjian tersebut, maka pihak yang merasa dicurangi tersebut tidak mungkin lagi mau menjalin relasi bisnis dengan pihak yang berlaku curang tadi.
• Kejujuran dalam penawaran barang dan jasa dengan mutu dan harga sebanding.
Kepercayaan konsumen adalah hal yang paling pokok. Oleh karena itu, sekali pengusaha menipu konsumen, entah melalui iklan, pelayanan yang tidak sebagaimana digembar-gemborkan, maka konsumen akan dengan mudah lari ke produk lain. Bahkan perusahaan yang sudah punya nama besar tidak bisa mengabaikannya begitu saja, dan karena itu selalu berusaha untuk menjaga konsumennya dengan tidak mau menipu mereka.
• Kejujuran dalam hubungan kerja intern dalam suatu perusahaan .
Kejujuran dalam perusahaan hanya mungkin terjaga kalau ada etos bisnis yang baik dalam perusahaan itu, ada standar moral yang jelas, karyawan diperlakukan secara baik dan manusiawi, karyawan diperlakukan sebagai manusia yang punya hak-hak tertentu, dan sudah terbina sikap saling menghargai sebagai manusia antara satu dan yang lainnya. Ini akan terungkap keluar dalam relasi dengan perusahaan lain atau relasi dengan konsumen.
3) Prinsip Keadilan
Prinsip keadilan menuntut agar setiap orang diperlakukan secara sama sesuai dengan aturan yang adil dan sesuai dengan kriteria yang rasional objektif dan dapat dipertanggung jawabkan.
4) Prinsip Saling Menguntungkan
Prinsip ini menuntut agar bisnis dijalankan sedemikian rupa sehingga menguntungkan semua pihak. Dalam bisnis yang kompetitif, prinsip ini menuntut agar persaingan bisnis haruslah melahirkan suatu win-win solution.
5) Prinsip Integritas Moral
Prinsip ini dihayati sebagai tuntutan internal dalam diri pelaku bisnis atau perusahaan agar dia menjalankan bisnis dengan tetap menjaga nama baiknya atau nama baik perusahaan.
5. Etos Bisnis
Etos bisnis adalah suatu kebiasaan atau budaya moral menyangkut kegiatan bisnis yang dianut dalam suatu perusahaan dari satu generasi ke generasi yang lain. Inti etos ini adalah pembudayaan atau pembiasaan penghayatan akan nilai, norma, atau prinsip moral tertentu yang dianggap sebagai inti kekuatan dari suatu perusahaan yang juga membedakannya dari perusahaan yang lain. Etos bisnis dibangun atas dasar visi atau filsafat bisnis pendiri perusahaan sebagai penghayatan tentang bisnis yang baik.
6. Relativitas Moral dalam Bisnis
Dalam bisnis global yang tidak mengenal batas negara, etika masyarakat mana yang harus diikuti? Tiga pandangan umum yang dianut :
a) Norma etis berbeda antara satu tempat dengan tempat yang lain.
‘’Kalau di Roma, bertindaklah sebagaimana dilakukan orang roma’’(kubu komunitarian). Artinya perusahaan harus mengikuti norma dan aturan moral yang berlaku di negara itu.
b) Norma sendirilah yang paling benar dan tepat.
“Bertindaklah di mana saja sesuai dengan prinsip yang dianut dan berlaku di negaramu sendiri”. Pandangan ini mewakili kubu moralisme universal, bahwa pada dasarnya norma dan nilai moral berlaku universal (prinsip yang dianut sendiri juga berlaku di negara lain).
c) Tidak ada norma moral yang perlu diikuti sama sekali.
(De George menyebutnya sebagai dengan”immoralis naif”).
Pandangan ini sama sekali tidak benar.
• Pendekatan stakeholder ialah cara mengamati dan menjelaskan secara analitis bagaimana berbagai unsur akan dipengaruhi dan juga mempengaruhi keputusan dan tindakan bisnis.
• Memetakan hubungan-hubungan yang terjalin.
• Pendekatan Stakeholder dalam kegiatan bisnis pada umumnya untuk memperlihatkan siapa saja yang mempunyai kepentingan, terkait, dan terlibat dalam bisnis itu.
• ”Bisnis harus dijalankan sedemikian rupa agar hak dan kepentingan semua pihak terkait yang berkepentingan (stakeholders) dengan suatu kegiatan bisnis harus bisa dijamin, diperhatikan dan dihargai” (disebut tujuan imperatif).
• Bermuara pada prinsip minimal : menuntut agar bisnis apapun perlu dijalankan secara baik dan etis demi menjamin kepentingan stakeholder.
7. Kelompok Stakeholders
Pendekatan stakeholder adalah cara mengamati dan menjelaskan secara analitis, bagaimana unsur dipengaruhi dan mempengaruhi keputusan dan tindakan bisnis. Dalam pendekatan stakeholder, pihak perusahaan harus memiliki hubungan yang saling mempengaruhi dengan berbagai pihak. Pihak-pihak yang berhubungan dengan perusahaan pada umumnya adalah: penyalur, rekan bisnis, konsumen, pemasok barang, pemegang saham, pekerja, media massa, pemerintah asing, pemerintah setempat, aktifis sosial, masyarakat setempat, dan kelompok pendukung lainnya. Sejumlah pihak tersebut, dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu sebagai berikut :
1. Kelompok primer. Pemilik modal atau saham, kreditor, karyawan, pemasok, konsumen, penyalur dan pesaing atau rekan bisnis. Perusahaan harus menjalin relasi bisnis yang baik dan etis dengan kelompok ini. Ilustrasinya adalah sebagai berikut: pemilik modal, sebagai salah satu pihak dalam kelompok primer, misalnya, adalah penentu terwujudnya sebuah perusahaan. Tanpa mereka, sebuah perusahaan terkadang tidak dapat terwujud dan berkembang menjadi besar, sebab saham adalah penyertaan atau pemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas. Wujud saham adalah selembar kertas yang menerangkan bahwa pemilik kertas tersebut adalah pemilik perusahaan yang menerbitkan surat berharga tersebut. Porsi kepemilikan ditentukan oleh seberapa besar penyertaan yang ditanamkan di perusahaan tersebut. Oleh karena itu, perusahaan harus dapat menjalin relasi yang baik dengan kelompok ini.
2. Kelompok sekunder. Pemerintah setempat, pemerintah asing, kelompok sosial, media massa, kelompok pendukung, masyarakat pada umumnya, dan masyarakat sekitar. Kelompok sekunderpun perlu diperlakukan dengan baik dan etis, agar sebuah perusahaan dapat berlangsung dan berkembang dengan baik dalam jangka panjang. Salah satu contohnya adalah aktivis sosial seperti LSM, di bidang lingkungan hidup dan sebagainya, bisa merepotkan bisnis atau perusahaan. Merekalah yang pertama kali vokal dalam mengkritik sebuah perusahaan yang mencemarkan lingkungan hidup atau lingkungan sosial. Demikian pula, pihak lain dalam kelompok sekunder seperti pemerintah lokal dan asing, massa media perlu diperhatikan dan dijalin kerja sama yang baik oleh sebuah perusahaan, karena keberadaan mereka pasti memiliki pengaruh terhadap sebuah perusahaan.
Sumber : Sonny Keraf, 1998, Etika Bisnis, Kanisius, Yogyakarta.
0 komentar:
Posting Komentar