Minggu, 17 Oktober 2010

Teori – Teori Etika

1. Pengertian Etika
Untuk memahami apa itu etika, sesungguhnya kita perlu membandingkannya dengan moralitas. Hanya saja perlu diingat bahwa etika bisa saja mempunya pengertian yang sama sekali berbeda dengan moralitas.
Secara teoritis, etika dapat dibedakan menjadi dua pengertian. Pertama, etika berasal dari kata Yunani ethos (ta etha) yang berarti ‘adat istidat’ atau ‘kebiasaan’. Ini berarti etika berkaitan dengan nilai-nilai, tata cara hidup yang baik, aturan hidup yang baik, dan segala kebiasaan yang dianut dan diwariskan dari satu orang ke orang lain atau dari satu generasi ke generasi yang lainnya. Kebiasaan ini lalu terungkap dalam perilaku berpola yang terus berulang sebagai sebuah kebiasaan. Pengertian etika persis sama dengan pengertian moralitas. Moralitas berasal dari kata Latin mos (mores) yang juga berarti ‘adat istiadat’ atau ‘kebiasaan’. Dengan demikian etika dan moralitas sama-sama berarti sistem nilai tentang bagaimana manusia harus hidup secara baik. Kendati petunjuk konkret itu bisa disalurkan melalui dan bersumber dari agama atau kebudayaan tertentu.
Kedua, etika juga dipahami dalam pengertian yang sekaligus berbeda dengan moralitas. Etika dalam pengertian kedua ini dimengerti sebagai filsafat moral. Etika dapat dirumuskan sebagai refleksi kritis dan rasional mengenai (a) nilai dan norma yang menyangkut bagaimana manusia harus hidup baik sebagai manusia, dan mengenai (b) masalah-masalah kehidupan manusia dengan mendasarkan diri pada nilai dan norma-norma moral yang umum diterima. Karena etika adalah refleksi kritis terhadap moralitas, maka etika tidak bermaksud membuat manusia bertindak sesuai dengan moralitas begitu saja.

2. Tiga Norma Umum
Dalam hidup kita, banyak norma yang memberi pedoman tentang bagaimana kita harus hidup dan bertindak secara baik dan tepat, sekaligus menjadi dasar bagi penilaian mengenai baik buruknya perilaku dan tindakan kita. Secara umum terdapat dua macam norma, yaitu :

1. Norma-norma khusus, adalah aturan yang berlaku dalam bidang kegiatan atau kehidupan khusus, misalnya, aturan olahraga, aturan pendidikan, lebih khusus lagi aturan di sebuah sekolah, dan sebagainya.

2. Norma-norma umum, lebih bersifat umum dan sampai tingkat tertentu boleh dikatakan bersifat universal. Norma-norma umum ini ada tiga, yaitu sebagai berikut:
a. Norma sopan santun atau juga disebut norma etiket adalah norma yang mengatur pola perilaku dan sikap lahiriah manusia dalam pergaulan sehari-hari. Misalnya menyangkut sikap dan perilaku seperti bertamu, makan dan minum, duduk, berpakaian, dan sebagainya.
b. Norma hukum adalah norma yang dituntut keberlakuannya secara tegas oleh masyarakat karena dianggap perlu dan demi keselamatan dan kesejahteraan manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Itu sebabnya, keberlakuan norma ini lebih tegas dan pasti, karena ditunjang dan dijamin oleh hukuman dan sangsi bagi pelanggarannya.
c. Norma moral yaitu aturan mengenai sikap dan perilaku manusia sebagai manusia. Norma ini menyangkut aturan tentang baik buruknya, adil tidaknya tindakan dan perilaku manusia sejauh ia dilihat sebagai manusia. Norma moral lalu menjadi tolak ukur yang dipakai oleh masyarakat untuk menentukan baik buruknya tindakan manusia, entah sebagai anggota masyarakat ataupun sebagai orang dengan jabatan atau profesi tertentu.

3. Dua Teori Etika
Etika memberi kita pegangan atau orientasi dalam menjalani kehidupan kita di dunia ini. Ini berarti tindakan manusia selalu mempunyai tujuan tertentu yang ingin dicapainya. Berikut ini dua macam teori etika, yaitu sebagai berikut.
a. Etika Deontologi
Istilah ‘deontologi’ berasal dari kata Yunani deon, yang berarti kewajiban. Karena itu, etika deontologi ini menekankan kewajiban manusia untuk bertindak secara baik. Menurut etika deontologi, suatu tindakan itu baik bukan dinilai dan dibenarkan berdasarkan akibat atau tujuan baik dari tindakan itu, melainkan berdasarkan tindakan itu sendiri sebagai baik pada dirinya sendiri. Misalnya, suatu tindakan bisnis akan dinilai baik oleh etika deontologi bukan karena tindakan itu mendatangkan akibat baik bagi pelakunya, melainkan karena tindakan itu sejalan dengan kewajiban si pelaku. Seperti, memberikan pelayanan yang baik kepada semua konsumen, dan sebagainya. Atas dasar itu, etika deontologi sangat menekankan motivasi, kemauan baik dan watak yang kuat dari pelaku.
b. Etika Teleologi
Berbeda dengan etika deontologi, etika teleologi ini justru mengukur baik buruknya suatu tindakan berdasarkan tujuan yang mau dicapai dengan tindakan itu, atau berdasarkan akibat yang ditimbulkan oleh tindakan itu. Misalnya, mencuri bagi teleologi tidak dinilai baik atau buruk berdasarkan baik buruknya tindakan itu sendiri, melainkan oleh tujuan dan akibat dari tindakan itu. Kalau tujuannya baik, maka tindakan itu dinilai baik. Seperti, seorang anak kecil yang mencuri demi biaya pengobatan ibunya yang sakit parah. Atas dasar ini, dapat dikatakan bahwa etika teleologi lebih situasional, karena tujuan dan akibat suatu tindakan bisa sangat tergantung pada situasi khusus tertentu. Karena itu, setiap norma dan kewajiban moral tidak bisa berlaku begitu saja dalam setiap situasi.


Sumber : DR. A. Sonny Keraf, 2006, Etika Bisnis, Yogyakarta, Kanisius.

0 komentar:

Posting Komentar

Template by:

Free Blog Templates