Bisnis : Sebuah Profesi Etis ?
Bisnis dapat menjadi sebuah profesi etis bila ditunjang oleh sistem politik ekonomi yang kondusif. Hanya dalam sebuah sistem politik ekonomi yang mengenal aturan yg jelas dan fair disertai kepastian keberlakuan aturan tersebut bisnis dapat berkembang secara optimal. Jadi, yang dibutuhkan untuk menegakkan bisnis sebagai sebuah profesi yang etis adalah prinsip-prinsip etis untuk berbisnis yang baik tetapi juga diperlukan kerangka legal-politis yang kondusif. Perangkat legal-politis ini terdiri dari aturan hukum yg mengatur kegiatan bisnis disertai dengan sebuah sistem pemerintahan yg adil dan efektif dalam menegakkan aturan bisnis yang fair. Tanpa itu, bisnis hanya akan menjadi sebuah profesi yang kotor, penuh intrik, penuh tipu daya, penuh jual beli kekuasaan ekonomi dan politik demi kepentingan segelintir orang dengan mengorbankan kepentingan, bahkan hak masyarakat luas.
1. Etika Terapan
Secara umum Etika dibagi menjadi :
a. Etika Umum, berbicara mengenai norma dan nilai moral, kondisi-kondisi dasar bagi manusia untuk bertindak secara etis, bagaimana manusia mengambil keputusan etis, teori-teori etika, lembaga-lembaga normatif dan semacamnya.
Etika umum sebagai ilmu dapat dianggap sebagai etika teoritis, walaupun istilah ini sesungguhnya tidak tepat karena bagaimanapun juga etika selalu berkaitan dengan perilaku dan kondisi praktis dari manusia dalam kehidupannya sehari-hari dan tidak hanya semata-mata bersifat teoritis.
b. Etika Khusus, adalah penerapan prinsip-prinsip atau norma-norma moral dasar dalam bidang kehidupan yg khusus. Di satu pihak etika khusus memberi aturan sebagai pegangan, pedoman, dan orientasi praktis bagi setiap orang dalam kehidupan dan kegiatan khusus tertentu yang dijalani dan dijalankannya. Namun di pihak lain, etika khusus sebagai refleksi kritis atas kehidupan dan kegiatan khusus tertentu mempersoalkan praktek, kebiasaan, dan perilaku tertentu dalam kehidupan dan kegiatan khusus tertentu.
Etika khusus dibagi menjadi tiga, yaitu :
1) Etika Individual, lebih menyangkut kewajiban dan sikap manusia terhadap dirinya sendiri. Salah satu prinsipnya yaitu prinsip integritas pribadi, yang berbicara mengenai perilaku individual tertentu dalam rangka menjaga nama baiknya sebagai pribadi moral.
2) Etika Sosial, berbicara mengenai kewajiban dan hak, sikap dan pola perilaku manusia sebagai makhluk sosial dalam interaksinya dengan sesamanya. Etika individual dan etika sosial, berkaitan erat satu sama lain. Karena kewajiban seseorang terhadap dirinya berkaitan langsung dan dalam banyak hal mempengaruhi pula kewajibannya terhadap orang lain, dan demikian pula sebaliknya.
3) Etika Lingkungan Hidup, berbicara mengenai hubungan antara manusia baik sebagai individu maupun sebagai kelompok dengan lingkungan alam yang lebih luas dalam totalitasnya, dan juga hubungan antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya yang berdampak langsung atau tidak langsung pada lingkungan hidup secara keseluruhan.
Etika Lingkungan dapat berupa :
• Cabang dari etika sosial, sejauh menyangkut hubungan antara manusia dengan manusia yang berdampak pada lingkungan),
• Berdiri sendiri, sejauh menyangkut hubungan antara manusia dengan lingkungannya .
Oleh karena itu, etika lingkungan hidup dapat pula dibicarakan dalam rangka etika bisnis, karena pola interaksi bisnis sangat mempengaruhi lingkungan hidup.
2. Etika Profesi
a. Pengertian Profesi
Profesi dapat dirumuskan sebagai pekerjaan yang dilakukan sebagai nafkah hidup dg mengandalkan keahlian dan keterampilan yang tinggi dan dengan melibatkan komitmen pribadi (moral) yang mendalam.
Orang Profesional adalah orang yang melakukan suatu pekerjaan purna waktu dan hidup dari pekerjaan itu dengan mengandalkan keahlian dan ketrampilan yang tinggi serta punya komitmen pribadi yang mendalam atas pekerjaannya itu.
Orang yang profesional adalah orang yang melakukan suatu pekerjaan karena ahli di bidang tersebut dan meluangkan seluruh waktu, tenaga, dan perhatiannya untuk pekerjan tersebut.
Profesi khusus yang disebut sebagai profesi luhur. Disebut profesi luhur karena menekankan pengabdian kepada masyarakat pada umumnya melebihi hal-hal lainnya. Contoh klasik dari profesi luhur adalah dokter, pengacara, hakim dan jaksa, rohaniwan, tentara dan sebagainya.
Dalam kaitan dengan profesi pada umumnya, lama kelamaan hubungan antara pengabdian kepada masyarakat dan nafkkah hidup berkembang menjadi saling mengisi dan mengkondisikan. Di satu pihak, para professional ingin mengabdikan seluruh hidupnya demi kepentingan banyak orang. Namun di pihak lain semakin ia profesional dalam menjalankan profesinya itu, semakin banyak pula ia memperoleh imbalan atas profesinya itu karena konsekuensi logis dari profesionalismenya.
b. Ciri-ciri Profesi
1) Adanya keahlian dan keterampilan khusus.
Keahlian dan keterampilan khusus ini umumnya dimiliki dengan kadar, lingkup, dan tingkat yang melebihi keahlian dan keterampilan orang kebanyakan lainnya. Ini berarti kaum profesional itu lebih ahli dan terampil dalam bidang profesinya daripada orang-orang lain. Dengan pengetahuan dan keterampilan ini memungkinkan orang professional itu menjalankan tugasnya dengan tingkat keberhasilan dan mutu yang paling baik.
2) Adanya komitmen moral yg tinggi.
Komitmen moral ini biasanya dituangkan, khususnya untuk profesi yang luhur dalam bentuk aturan khusus yang menjadi pegangan bagi setiap orang yang mengemban profesi yang bersangkutan. Aturan main dalam menjalankan atau mengemban profesi tersebut biasanya disebut Kode Etik. Ada 2 sasaran pokok dari kode etik, yaitu :
• kode etik bermaksud melindungi masyarakat dari kemungkinan dirugikan oleh kelalaian entah secara sengaja atau tidak sengaja dari kaum profesional. Kode etik menjamin bahwa masyarakat yang telah mempercayakan diri, hidup, barang milik, atau perkaranya kepada orang yang professional itu tidak akan dirugikan oleh orang yang profesional itu.
• kode etik bertujuan melindungi keluhuran profesi tersebut dari perilaku-perilaku bobrok orang-orang tertentu yg mengaku diri professional. Dengan kode etik ini setiap orang punya profesi tersebut bisa dipantau sejauh mana ia masih seorang professional dibidangnya, tidak hanya sehubungan dengan keahlian melainkan juga dengan komitmen moralnya.
3) Biasanya orang yg profesional adalah orang yg hidup dari profesinya.
• Ini berarti ia hidup sepenuhnya dari profesi ini. biasanya ia dibayar dengan gaji yang sangat tinggi sebagai konsekuensi dari pengerahan seluruh tenaga, pikiran keahlian, keterampilan.
• Ini berarti profesinya telah membentuk identitas orang tersebut. Ia tdk bisa lagi dipisahkan dari profesi itu, berarti ia menjadi dirinya berkat dan melalui profesinya. Konsekuensinya, orang yang professional bangga dan bahagia dengan profesinya terlepas dari status sosial profesinya.
4) Pengabdian kepada masyarakat
Adanya komitmen moral yg tertuang dalam kode etik profesi ataupun sumpah jabatan menyiratkan bahwa orang-orang yg mengemban profesi tertentu, khususnya profesi luhur, lebih mendahulukan dan mengutamakan kepentingan masyarakat daripada kepentingan pribadinya. Ini akan berkembang menjadi sikap hidup professional, yang akan melayani, mengabdi, dan membantu masyarakat dengan keahlian dan keterampilannya sampai tuntas, yaitu sampai ada hasil yang memuaskan, baik bagi orang yang dilayani maupun bagi orang profesional itu sendiri.
5) Pada profesi luhur biasanya ada izin khusus untuk menjalankan profesi tersebut.
• Keberadaan izin khusus, karena menyangkut kepentingan orang banyak, dan terkait dengan nilai-nilai luhur kemanusiaan berupa keselamatan, keamanan, kelangsungan hidup, kesehatan dan sebagainya.
• Izin khusus bertujuan untuk melindungi masyarakat dari pelaksanaan profesi yg tdk becus. Contohnya, seorang dokter yang salah melakukan perawatan dapat mengakibatkan pasiennya akan cacat seumur hidup atau bahkan meninggal. Dengan kata lain, izin merupakan bentuk perlindungan awal atas kepentingan masyarakat
• Izin juga sesungguhnya merupakan tanda bahwa orang tersebut mempunyai keahlian, ketrampilan, dan komitmen moral yang diandalkan dan dapat dipercaya. Sehingga masyarakat tidak perlu ragu dan dapat menyerahkan seluruh persoalan yang dihadapinya pada kaum professional di bidangnya.
• Wujud dari izin, bisa berbentuk surat izin, sumpah, kaul, atau pengukuhan resmi di depan umum. Yang berhak memberi izin adalah negara sebagai penjamin tertinggi kepentingan masyarakat.
6) Kaum profesional biasanya menjadi anggota dari suatu organisasi profesi.
Contoh : IDI untuk profesi dokter, IAI untuk akuntan, Ikadin untuk advokat, dan sebagainya. Tujuan organisasi profesi ini terutama adalah untuk menjaga dan melindungi keluhuran profesi tersebut. Tugas Pokoknya adalah menjaga agar standar keahlian dan keterampilan tidak dilanggar, kode etik tidak dilanggar, dan berarti menjaga agar kepentingan masyarakat tidak dirugikan oleh pelaksanaan profesi tersebut oleh anggota manapun.
Dalam konteks ini, organisasi tersebut yang akan mengeluarkan izin praktek bagi anggota baru serta menindak anggota yang me;anggar baik kode etik profesinya maupun standar keahlian dan keterampilan yang dituntut secara minimal oleh profesi tersebut.
c. Prinsip-prinsip Etika Profesi, yaitu sebagai berikut :
1) Prinsip Tanggung Jawab
• Bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pekerjaannya dan terhadap hasilnya. Maksudnya, orang yang profesional tidak hanya diharapkan melainkan juga dari dalam dirinya sendiri menuntut dirinya untuk bekerja sebaik mungkin dengan standar diatas rata-rata, dengan hasil yang maksimum, dan dengan mutu yang terbaik. Dengan kata lain, ia sendiri dapat mempertanggung jawabkan tugas pekerjaannya itu berdasarkan tuntutan profesionalitasnya baik terhadap orang lain yang terkait langsung dengan profesinya maupun juga terhadap dirinya sendiri.
• Bertanggung jawab atas dampak profesinya itu terhadap kehidupan dan kepentingan orang lain, khusunya kepentingan orang-orang yang dilayaninya. Pada tingkat dimana profesi itu membawa kerugian tertentu secara disengaja atau tidak disengaja, ia harus bertanggung jawab atas hal tersebut. Bentuknya bisa macam-macam, seperti mengganti kerugian, pengakuan jujur dan tulus secara moral sebagai telah melakukan kesalahan, mundur dari jabatannya, dan sebagainya.
2) Prinsip Keadilan
Prinsip ini terutama menuntut orang yang profesional agar dalam menjalankan profesinya ia tidak merugikan hak dan kepentingan pihak tertentu, khusunya orang-orang yang dilayaninya dalam rangka profesinya. Prinsip ini juga menuntut agar dalam menjalankan profesinya orang yang professional tidak boleh melakukan diskriminasi terhadap siapapun, termasuk orang yang mungkin tidak membayar jasa profesionalnya. Prinsip ‘siapa yang datang pertama mendapat pelayanan pertama’ merupakan perwujudan sangat konkret prinsip keadilan dalam arti yang seluas-luasnya. Jadi, orang yang professional tidak boleh membeda-bedakan pelayanannya dan juga kadar dan mutu pelayanannya itu. Jangan sampai terjadi bahwa mutu dan intensitas pelayanan professional dikurangi kepada orang yang miskin hanya karena orang miskin itu tidak membayar secara memadai.
3) Prinsip Otonomi
Prinsip yang dituntut oleh kalangan professional terhadap dunia luar agar mereka diberi kebebasan sepenuhnya dalam menjalankan profesinya. Sebenarnya ini merupakan konsekuensi dari hakikat profesi itu sendiri. Karena, hanya kaum professional ahli dan terampil dalam bidang profesinya, tidak boleh ada pihak luar yang ikut campur tangan dalam pelaksanaan profesi tersebut. Ini terutama ditujukan kepada pihak pemerintah. Yaitu, bahwa pemerintah harus menghargai otonomi profesi yang bersangkutan dan arena itu tidak boleh mencampuri urusan pelaksanaan profesi tersebut.
Batas-batas prinsip otonomi :
• Prinsip otonomi dibatasi oleh tanggung jawab dan komitmen profesional (keahlian dan moral) atas kemajuan profesi tersebut serta (dampaknya pada) kepentingan masyarakat. Jadi, otonomi ini hanya berlaku sejauh disertai dengan tanggung jawab professional. Secara khusus, dibatasi oleh tanggung jawab bahwa orang yang profesional itu, dalam menjalankan profesinya secara otonom, tidak sampai akan merugikan hak dan kepentingan pihak lain.
• Kendati pemerintah di tempat pertama menghargai otonomi kaum profesional, pemerintah tetap menjaga, dan pada waktunya malah ikut campur tangan, agar pelaksanaan profesi tertentu tidak sampai merugikan kepentingan umum. Jadi, otonomi itu hanya berlaku sejauh pelaksanaan profesi tidak sampai merugikan kepentingan bersama. Dengan kata lain, kaum professional memang otonom dan bebas dalam menjalankan tugas profesinya asalkan tidak merugikan hak dan kepentingan pihak tertentu, termasuk kepentingan umum. Sebaliknya, kalau hak dan kepentingan pihak tertentu dilanggar, maka otonomi profesi tidak berlaku dank arena itu pemerintah wajib ikut campur tangan dengan menindak pihak yang merugikan pihak lain tadi.
4) Prinsip Integritas Moral
Prinsip ini merupakan tuntutan kaum profesional atas dirinya sendiri bahwa dalam menjalankan tugas profesinya ia tidak akan sampai merusak nama baiknya serta citra dan martabat profesinya. Maka, ia sendiri akan menuntut dirinya sendiri untuk bertanggung jawab atas profesinya serta tidak melecehkan nilai yang dijunjung tinggi dan diperjuangkan profesinya. Oleh karena itu, pertama, ia tidak akan mudah kalah dan menyerah pada godaan atau bujukan apapun untuk lari atau melakukan tindakan yang melanggar nilai yang dijunjung tinggi profesinya. Kedua, ia malah sebaliknya malu kalau tidak bertindaj sesuai dengan nilai-nilai moral, khususnya nilai yang melekat pada dan diperjuangkan profesinya.
3. Menuju Bisnis Sebagai Profesi Luhur
Sesungguhnya bisnis bukanlah merupakan profesi, kalau bisnis dianggap sebagai pekerjaan kotor, kendati kata profesi, profesional dan profesionalisme sering begitu diobral dalam kaitan dengan kegiatan bisnis. Namun dipihak lain tidak dapat disangkal bahwa ada banyak orang bisnis dan juga perusahaan yang sangat menghayati pekerjaan dan kegiatan bisnisnya sebagai sebuah profesi. Mereka tidak hanya mempunyai keahlian dan ketrampilan yang tinggi tapi punya komitmen moral yang mendalam. Karena itu, bukan tidak mungkin bahwa bisnis pun dapat menjadi sebuah profesi dalam pengertian sebenar-benarnya bahkan menjadi sebuah profesi luhur.
a. Pandangan Praktis-Realistis
Pandangan ini bertumpu pada kenyataan yang diamati berlaku dalam dunia bisnis dewasa ini. Pandangan ini didasarkan pada apa yang umumnya dilakukan oleh orang-orang bisnis. Pandangan ini melihat bisnis sebagai suatu kegiatan di antara manusia yang menyangkut memproduksi, menjual, dan membeli barang dan jasa untuk memperoleh keuntungan. Pandangan ini ditegaskan secara jelas bahwa tujuan utama bisnis, bahkan tujuan satu-satunya adalh mencari keuntungan.
Bisnis adalah suatu kegiatan Profit Making. Dasar pemikirannya adalah bahwa orang yg terjun ke dalam bisnis tidak punya keinginan dan tujuan lain selain ingin mencari keuntungan. Kegiatan bisnis adalah kegiatan ekonomis dan bukan kegiatan sosial. Karena itu, keuntungan itu sah untuk menunjang kegiatan bisnis. Tanpa keuntungan bisnis tidak bisa jalan.
Asumsi Adam Smith bahwa, pertama, dalam masyarakat modern telah terjadi pembagian kerja di mana setiap orang tidak bisa lagi mengerjakan segala sesuatu sekaligus dan bisa memenuhi semua kebutuhan hidupnya sendiri. Manusia modern harus memenuhi kebutuhan hidupnya dengan menukarkan barang produksi milik orang lain. Kedua, semua orang tanpa terkecuali mempunyai kecenderungan dasar untuk membuat kondisi hidupnya menjadi lebih baik. Dalam keadaan sosial dimana telah terjadi kelas-kelas sosial, jalan terbaik untuk tetap mempertahankan kegiatan ekonomi adalah dengan merangsang pemilik modal untuk tetap menanamkan modalnya dalam kegiatan produktif yang sangat berguna bagi ekonomi sosial dan dunia, termasuk bagi kelas pekerja.
b. Pandangan Ideal
• Disebut pandangan ideal, karena dalam kenyataannya masih merupakan suatu hal yg ideal mengenai dunia bisnis. Sebagai pandangan yang ideal pandangan ini baru dianut oleh segelintir orang yang dipengaruhi oleh idealisme tertentu berdasarkan nilai tertentu yang dianutnya.
• Menurut pandangan ini, bisnis tidak lain adalah suatu kegiatan diantara manusia yang menyangkut memproduksi, menjual, dan membeli barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Pandangan ini tidak menolak bahwa keuntungan adalah tujuan utama bisnis. Tanpa keuntungan bisnis tidak bisa bertahan. Namun keuntungan hanya dilihat sebagai konsekuensi logis dari kegiatan bisnis. Yaitu, bahwa dengan memenuhi kebutuhan masyarakat secara baik, keuntungan akan datang dengan sendirinya. Masyarakat akan merasa terikat membeli barang dan jasa yang ditawarkan oleh perusahaan yang memenuhi kebutuhan mereka dengan mutu dan harga yang baik itu.
• Dasar pemikirannya adalah pertukaran timbal balik secara fair di antara pihak-pihak yang terlibat. Maka, yang mau ditegakkan dalam bisnis yang menganut pandangan ini adalah keadilan komutatif, khususnya keadilan tukar atau pertukaran dagang yang fair.
• Menurut Adam Smith, pertukaran dagang terjadi karena satu orang memproduksi lebih banyak barang tertentu sementara ia sendiri membutuhkan barang lain yang tidak bisa dibuatnya sendiri. Jadi, sesungguhnya kegiatan bisnis terjadi karena keinginan untuk saling memenuhi kebutuhan hidup masing-masing. Dengan kata lain, tujuan utama bisnis sesungguhnya bukan untuk mencari keuntungan melainkan untuk memenuhi kebutuhan hidup orang lain, dan melalui itu (dan menurut Adam Smith, hanya melalui itu) ia bisa memperoleh apa yang dibutuhkannya.
• Menurut Matsushita (pendiri perusahan Matsushita Inc di Jepang), tujuan bisnis sebenarnya bukanlah mencari keuntungan melainkan untuk melayani kebutuhan masyarakat. Sedangkan keuntungan tidak lain hanyalah simbol kepercayaan masyarakat atas kegiatan bisnis suatu perusahaan. Artinya, karena masyarakat merasa kebutuhan hidupnya dipenuhi secara baik mereka akan menyukai produk perusahaan tersebut yang memang dibutuhkannya tapi sekaligus juga puas dengan produk tersebut. Maka, mereka akan tetap membeli produk tersebut. Dari situlah keuntungan mengalir. Dengan pandangan bisnis seperti ini, menurut Matsushita, bisnis yang baik selalu mempunyai misi tertentu yang luhur dan tidak sekedar mencari keuntungan, sebagaimana terungkap dalam judul bukunya, Not For Bread Alone. Pandangan Matsushita sebenarnya dalam arti tertentu tidak sangat idealistis, karena lahir dari sebuah visi bisnis yang kemudian diperkuat dan didukung oleh pengalamannya dalam mengelola bisnisnya. Ternyata perusahaan dan bisnisnya berhasil dan tahan lama, tanpa perlu harus menggunakan segala cara demi mencapai keuntungan.
• Dengan melihat kedua pandangan berbeda di atas, kita dapat menarik kesimpulan bahwa citra jelek dunia bisnis sedikit banyaknya disebabkan oleh pandangan pertama yang melihat bisnis sekadar sebagai mencari keuntungan.
• Atas dasar ini, persoalan yang dihadapi di sini adalah bagaimana mengusahakan agar keuntungan yang diperoleh ini memang wajar, halal, dan fair. Terlepas dari pandangan mana yang dianut, keuntungan tetap menjadi hal pokok bagi bisnis. Masalahnya adalah apakah mengejar keuntungan lalu berarti mengabaikan etika dan moralitas? Yang penting adalah bagaimana keuntungan ini sendiri tercapai.
• Salah satu upaya untuk membangun bisnis sebagai profesi yang luhur adalah dengan membentuk, mendukung dan memperkuat organisasi profesi. Melalui organisasi profesi tersebut bisnis bisa dikembangkan sebagai sebuah profesi dalam pengertian sebenar-benarnya sebagaimana dibahas disini, kalau bukan menjadi profesi luhur.
Sumber : Sonny Keraf, 1998, Etika Bisnis, Kanisius, Yogyakarta.